I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang
merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis
sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,
Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini
sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah
tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Kekhasan sapi Bali yakni berukuran sedang, dadanya dalam,
tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin
hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian
karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada
bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut
berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu
hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal
ekor. Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi
Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata
menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin.
Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu
dikebiri.
Ciri-ciri pada sapi Bali merupakan sifat yang tampak atau dapat diamati dari luar, dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi tidak dapat diukur dengan satuan terntentu. Contoh pengamatan pada ciri-ciri sapi Bali yaitu jenis kelamin, warna bulu, bentuk bulu, ada atau tidaknya tanduk, dan panjang tanduk. Adapun
pengukuran terhadap sapi Bali merupakan
pengamatan sifat yang tidak tampak dari
luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan
satuan terntentu. Sifat ini sangat berhubungan dengan produksi. Contoh pengamatan pengukuran terhadap sapi Bali yaitu panjang
badan, lebar dada, lingkar dada, panjang kepala, tinggi punggung, lebar kepala,
panjang tanduk, dan lebar pinggul.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum pengamatan
pada sapi Bali adalah sebagai berikut:
1. Apasajakah yang
menjadi ciri-ciri sapi Bali?
2. Apasajakah yang menjadi pengukuran terhadap sapi Bali?
C. Tujuan dan
Manfaat
Tujuan dilaksanakannya praktikum pengamatan pada
sapi Bali adalah sebagai berikut:
1.
Mencatat dan mengetahui ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali.
2. Mencatat dan
mengetahui pengukuran terhadap sapi Bali. D.
Manfaat
Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan praktikum pengamatan pada
sapi Bali adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui
ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali. 2. Dapat mengetahui pengukuran
terhadap sapi Bali.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sapi
Bali
Sapi Bali merupakan
plasma nutfa Indonesia yang mana penyebarannya sangat luas di beberapa Provinsi
di Indonesia. Melihat permintaan daging yang cukup besar di Negara kita
mestinya dapat menjadi pendorong bagi pihak-pihak yang terkait untuk
memperbaiki produktivitas sapi dalam negeri dengan mengelola secara lebih
serius lagi. Adapun beberapa kelebihan yang dimiliki oleh sapi bali yaitu
Kemampuan adaptasi di lingkungan yang memiliki ketersediaan pakan berkualitas
rendah dan Fertilitas pada sapi bali sangatlah baik. Sapi Bali pertama kali di
domestikasi di Propinsi Bali dan sekarang menjadi pusat pemurniaan sapi bali
dan sangat proteksi bagi masuknya sapi bangsa lain. Ini sangat beralasan
mengingat Indonesia merupakan pusat gen sapi bali di dunia. Selain di Bali di
propinsi lain di Indonesia sudah melakukan upaya pemurnian sapi bali salah
satunya adalah Propinsi Sulawesi selatan (Wello B dan Liwa
M, 1991).
Di Indonesia perkembangan sapi Bali sangat cepat dibanding dengan breed
potong lainnya, hal tersebut disebabkan breed ini lebih diminati oleh
petani kecil karena beberapa keunggulannya yang antara laian, tingkat
kesuburunnya tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efesien serta dapat
memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana breed lainnya tidak
dapat persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif tinggi
pada persilangan (Pane, 1990), daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan
dan persentase beranak dapat mencapai 80 persen. Selain beberapa keunggulan di
atas terdapat juga beberapa kekurangan yakni bahwa sapi Bali pertumbuhannya
lambat, rentan terhadap penyakit tertentu misalnya; penyakit jembrana, peka
terhadap penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte
(Hardjosubroto, 1994).
Sapi Bali merupakan breed sapi asli Indonesia
yang populasinya telah mencapai 2.632.124 ekor atau sekitar 26,92 % dari total
populasi sapi potong yang ada di Indonesia. Penyebaran sapi Bali telah meluas
hampir keseluruh wilayah Indonesia. Konsentrasi sapi Bali terbesar di Sulawesi
selatan, Pulau Timor, Bali dan Lombok, namun kemurnian sapi Bali tetap
dipertahankan di Pulau Bali, sebagai sumber bibit yang pembinaannya dilakukan
oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali). Hardjosubroto
(1994) dan Soesanto (1997) menyatakan bahwa sapi Bali termasuk sapi unggul
dengan reproduksi tinggi, bobot karkas tinggi, mudah digemukkan dan mudah
beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga dikenal sebagai sapi perintis.
Sebagai sapi asli yang potensi reproduksinya lebih baik dibanding sapi lainnya
maka upaya pengembangan sapi Bali sangatlah memungkinkan oleh karena juga
didukung oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi. Dalam
rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan produksi daging dalam negeri,
penggunaan sapi Bali diberbagai wilayah di Indonesia mempunyai prospek yang
sama baiknya.
B. Ciri-Ciri Sapi Bali
Secara kualitatif, sapi Bali mempunyai ciri khas pada pola warna
tubuh dan tanduk. Bulu berwarna merah pada sapi betina, tetapi pada sapi jantan dewasa
warna merah berubah menjadi hitam, dan bila dikastrasi berubah jadi merah kembali. Berwarna putih pada bagian
belakang paha,
pinggir bibir atas, dan pada kaki mulai dari tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku,
bulu pada bagian dalam telinga. Bulu pada ujung ekor dan garis belut pada punggung berwarna hitam. Bentuk tanduk paling ideal
pada sapi jantan disebut regak ranjung yaitu pertumbuhan tanduk berawal dari dasar sedikit keluar,
lalu membengkok ke
atas, kemudian pada ujungnya membengkok
sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk
yang ideal dinamakan manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah
dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan kedalam dengan warna tanduk hitam. Gumba pada sapi Bali nampak
jelas dan berbentuk khas (Hardjosubroto,
1994). Ciri-ciri
ataupun ciri-ciri yang ditemukan dalam beberapa penelitian sapi Bali adalah sebagai berikut: (1)
bergelambirkecil; (2) warna muka sama dengan warna tubuh; (3) warna kulit dominan adalah merah coklat dan merah bata;
(4) batas warna tubuh dengan
warna pantat adalah jelas, tetapi sebagian besar juga smear; (5) batas warna tubuh dengan warna kaki dari lutut ke bawah adalahjelas; (6) bulu
ekor berwarna hitam; (7) terdapat lingkar mata; (8) terdapat garis hitam pada telinga; (9) punggung lurus; (10)
terdapat garis belut atau garis hitam di
bagian punggung; (11) terdapat tanduk; (12)
arah tanduk mengarah ke belakang; dan (13) tidak berpunuk (Kasip, L. M., 1990). Karakter yang dapat diidentifikasi dalam
penelitian ini, sesuai dengan yang
pernah dikemukakan Pane (1991). Walaupun
demikian, ditemukan beberapa sapi bali (dalam skala kecil) di ketiga lokasi penelitian yang menyimpang
karakteristiknya, misalnya: (1) terdapatnya gelambir yang lebar dan tebal; (2)
batas warna di bagian pantat dan kaki smear; (3) bulu ekor berwarna putih; (4) tidak terdapat lingkar hitam pada mata dan garis
hitam pada telinga; (5) punggung tidak lurus; (6) tidak bertanduk atau arah tanduk ke depan dan
keatas; dan (7) berpunuk besar atau kecil. Terjadinya penyimpangan
karakteristik ini dapat diduga karena beberapa kemungkinan, di antaranya terjadinya mutasi, dan masuknya gan baru dari bangsa sapi lain akibat persilangan. Hal ini tampak misalnya pada
beberapa sapi bali yang mempunyai gelampir tebal dan besar, serta berpunuk, mengindikasikan adanya “darah” bangsa
sapi Bos indicus; sedangkan batas warna yang tidak jelas
(Djagra, I.B. 2009).
C. Pengukuran pada Sapi Bali
Pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dipergunakan untuk
menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering kali di pakai juga sebagai
parameter teknis penentuan sapi bibit dan menentukan umur sapi tersebut. Dibanding dengan sapi potong lokal
lain, sapi bali mempunyai performansi produksi yang lebih efisien; dengan angka kebuntingan dan angka
kelahiran yang tinggi (80
persen), pertambahan bobot badan dengan pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari
(jantan dewasa) dan 0,6 kg/hari
(betina dewasa), serta persentase karkas berkisar antara 51,5–59,8 persen, dengan
persentase tulang kurang dari 15 persen berat karkas, dan dagingnya berkadar lemak rendah (Pane, 1991). Berdasarkan ketentuan kontes dan
pameran ternak nasional, yang termasuk dalam “statistik vital” pada ternak sapi
meliputi ukuran tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam
dada, lebar punggung, lebar pinggul, panjang pinggul, panjang kepala, lebar
kepala, berat badan, dan umur. Ukuran “statistik vital” dari organ tertentu jika dikaitkan
dengan umur akan menggambarkan keharmonisan perkembangan tubuh dan
produktivitas (pertumbuhan). Karena itu, pertumbuhan organ-organ tertentu
berkorelasi dengan berat badan. Pengukuran sapi Baliyang terdapat pada Sapi
Bali yaitu berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya
ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung
ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna
putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha
bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror).
Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang
dari gumba hingga pangkal ekor (Wello B dan Liwa M, 1991). Pengukuran dimensi dimaksudkan
pelaksanaan dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak atau ukuran statistik, antara lain : 1. Ukuran Tinggi :
a. Tinggi pundak, tinggi gumba ialah jarak
tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ketanah atau lantai, alat yang
digunakan adalah tongkat ukur.
b. Tinggi punggung ialah jarak tegak
lurus dari taju duri ruas tulang punggung atau processus spinosus vertebrae
thoracaleyang terakhir sampai ke tanah . Titik ini mudah didapat dengan menarik
garis tegak lurus tepat diatas pangkal tulang rusuk terakhir.
c. Tinggi pinggang ialahjarak
tegak lurus dari titik antara tulang lumbar vertebrae 3-4, tepat melalui legok
lapar sampai ke tanah ( lantai ).
d. Tinggi
pinggul ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama
sampai ke tanah.
Alat yang dipakai untuk mengukur tinggi bagian- bagian tubuh
diatas adalah tongkat ukur.
2. Ukuran Panjang :
a. Panjang
kepala jarak dari puncak kepala sampai ujung moncong.
b. Panjang
badan ; diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku ( humerus ) sampai benjolan tulang tapis
( tuber ischii ).
tuber coxae dan tuber ischii pada sisi sama.
f. Panjnag
tanduk, diukur dengan pita ukur. Jarak antara ujung tanduk sampai kedasar
tanduk.
3. Ukuran Lebar :
a. Lebar
dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua benjolan
siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
b. Lebar
pinggang, jarak diukur antara taju horizontal yaitu pada tulang lumbale 3-4.
c. Lebar pinggul, jarak antara tuber
coxae pada sisi kiri dan kanan.
f. Lebar
kepala, jarak terbesar antara kedua lengkungan tulang mata sebelah atas luar
kiri dan kanan.
4. Ukuran Dalam :
Dalam dada. jarak titik tertinggi pundak ( gumba ) sampai tulang dada dan
diukur melalui serta merta dibelakang siku. 5. Ukuran Lingkar :
a. Lingkar
dada. Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku,
tegak lurus dengan sumbu tubuh.
b. Lingkar
perut . lingkaran yang diukur di daerah perut.yang memliki lingkaran besar,
melalui serta merta di belakang tulang rusuk terakhir dan tegak lurus dengan
sumbu tubuh.
(Jan R, 2000).
III.
METODELOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum
Pengamatan Pada Sapi Bali ini dilaksanakan di Kandang Sapi Fakultas Peternakan UHO Kendari, pada hari Sabtu, 22 November 2014 pukul 08.00 sampai selesai.
B.
Alat dan Bahan
Alat dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan pada sapi Bali dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pengamatan pada sapi Bali
No.
|
Alat
Kegunaan
|
||
1. 1.
|
Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan.
|
||
2. 2.
|
Meteran Untuk mengukur sifat kuantitatif sapi.
|
||
3. 3.
|
Mistar
gesek
|
Untuk mengukur sifat kuantitatif sapi.
|
|
Bahan dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan pada sapi Bali dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pengamatan pada sapi Bali
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
|
1. 1.
|
Sapi bali jantan
|
Sebagai bahan pengamatan.
Sebagai bahan pengamatan
|
|
2. 2.
|
Sapi bali betina
|
C.
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini
adalah :
1. Membawa alat-alat yang akan
digunakan dalam praktikum.
2. Mengamati ciri-ciri yang dimiliki sapi
Bali, yaitu jenis sapi,
jenis kelamin, warna bulu, bentuk bulu, serta ada atau tidaknya tanduk.
3. Melakukan pengukuran pada sapi bali, yaitu mengukur panjang badan
panjang badan, panjang kepala, panjang tanduk, lebar pinggul, lebar dada, lebar kepala, lingkar
dada, tinggi pinggul, dan tinggi pundak.
4. Mencatat hasil pengamatan ciri-ciri dan
pengukuran pada sapi Bali.
5. Membuat laporan pengamatan pada
sapi Bali.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan ciri-ciri dan pengukuran pada ternak sapi Bali dapat dilihat pada table 3 dan 4 berikut.
Tabel 3. Hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali.
No.
|
Jenis Sapi
|
Ciri-Ciri Sapi Bali
|
|||||||
Warna
Bulu
|
Ada/Tidak
Tanduk
|
Bentuk
Bulu
|
Panjang Tanduk
|
Umur
|
|||||
1.
|
Jantan
|
Hitam
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
3
|
|||
2.
|
Jantan
|
Cokelat
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
4
|
|||
3.
|
Jantan
|
Merah bata
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
2
|
|||
4.
|
Jantan
|
Merah bata
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
2
|
|||
5.
|
Jantan
|
Cokelat
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
1,5
|
|||
6.
|
Jantan
|
Merah bata
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
3
|
|||
7.
|
Jantan
|
Merah bata
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
4
|
|||
8.
|
Jantan
|
Merah bata
|
Ada
|
Kasar
|
Panjang
|
4
|
|||
9.
|
Jantan
|
Merah bata
Mengkilat
|
Ada
|
Kasar
|
Panjang
|
2
|
|||
10.
|
Betina
|
Cokelat
Kasar
|
Ada
|
Halus
|
Panjang
|
4
|
|||
11.
|
Betina
|
Cokelat
kasar
|
Ada
|
Kasar
|
Pendek
|
2
|
|||
12.
|
Betina
|
Merah bata
Mengkilat
|
Ada
|
Halus
|
Pendek
|
3
|
|||
|
|
|
|||||||
Tabel 4. Hasil pengukuran pada sapi Bali.
No
|
Jenis Sapi
|
Pengukuran Sapi Bali (cm)
|
||||||||
PB
|
PK
|
PT
|
LP
|
LD1
|
LK
|
LD2
|
TP1
|
TP2
|
||
1.
|
Jantan
|
129
|
26
|
23
|
38
|
26
|
26
|
158
|
115
|
116
|
2.
|
Jantan
|
154
|
20
|
27
|
38
|
35
|
20
|
145
|
110
|
101
|
3.
|
Betina
|
105
|
16
|
10
|
39
|
30
|
16
|
141
|
110
|
103
|
4.
|
Betina
|
99
|
17
|
10
|
40
|
33
|
17
|
129
|
105
|
104
|
5.
|
Jantan
|
111
|
22
|
28
|
35
|
32
|
22
|
148
|
103
|
112
|
6.
|
Betina
|
93
|
16
|
16
|
36
|
31
|
16
|
134
|
110
|
116
|
7.
|
Betina
|
120
|
26
|
15
|
37
|
38
|
19
|
147
|
113
|
112
|
8.
|
Jantan
|
88
|
33
|
17
|
38
|
29
|
18
|
134
|
109
|
107
|
9.
|
Jantan
|
95
|
32
|
16
|
39
|
29
|
18
|
132
|
107
|
106
|
10.
|
Betina
|
119
|
38
|
19
|
37
|
33
|
19
|
199
|
107
|
116
|
11.
12.
|
Betina
Betina
|
88
103
|
31
32
|
12
12
|
25
32
|
30
32
|
15
18
|
124
138
|
102
114
|
100
108
|
Rata-rata
|
108,67
|
25,72
|
17,08
|
36,16
|
31,5
|
18,63
|
144,08
|
108,75
|
108,41
|
|
Standar Deviasi
|
18,6
|
7,52
|
5,88
|
3,93
|
2,98
|
2,99
|
18,8
|
3,96
|
5,63
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan : PB = Panjang Badan
PK
=
Panjang Kepala
PT = Panjang
Tanduk
LP = Lebar
Pinggul
LD1 = Lebar Dada
LK
=
Lebar
Kepala
LD2 = Lingkar Dada
TP1 = Tinggi
Pinggul
TP2 = Tinggi
Pundak
B. Pembahasan
Dari
hasil pengamatan di atas dapat
dijelaskan bahwa pada
pengamatan terhadap ciri-ciri
dan pengukuran
terhadap sapi yaitu
dengan menggunakan ternak sapi Bali, yaitu
terdiri dari lima
ekor sapi Bali jantan dan tujuh ekor sapi Bali betina. Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pada sapi Bali yang telah dilakukan, yaitu
melakukan dua jenis
pengamatan pada sapi Bali,
yaitu mengamati ciri-ciri sapi Bali dan melakukan pengukuran pada sapi bali.
1. Ciri-Ciri Sapi Bali
Dari
hasil pengamatan di atas, diperoleh ciri-ciri sapi Bali yang memiliki banyak persamaan, baik dari segi
warna bulu, bentuk bulu, serta ada atau
tidaknya tanduk. Dari hasil pengamatan kelompok kami
dengan menggunakan 12
ekor sapi Bali yang terdiri dari 5 ekor sapi Bali jantan dan 7
ekor sapi Bali betina
diperoleh hasil pengamatan dengan ciri-ciri
warna bulu memiliki warna yang bervariasi, di antaranya warna
hitam (1 ekor), warna cokelat (4 ekor), dan warna yang
paling dominan atau banyak ditemukan yaitu warna merah bata (7 ekor). Pada
pengamatan ciri sapi Bali mengenai ada atau tidaknya tanduk diperoleh hasil
pengamatan bahwa semua sapi Bali yang diamati memiliki tanduk. Adapun
pengamatan terhadap ciri bentuk bulu pada sapi Bali diperoleh hasil pengamatan
bahwa bentuk bulu pada sapi Bali terdiri dari 2 bentuk yaitu kasar dan halus.
Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa sapi Bali yang berbulu halus lebih banyak
yaitu 9 ekor sedangkan sapi Bali yang berbulu kasar hanya terdiri dari 3 ekor.
Sedangkan pengamatan ciri sapi Bali mengenai panjang tanduk diperoleh hasil
pengamatan yaitu sapi Bali yang bertanduk panjang sangat banyak yaitu 10 ekor
sedangkan sapi Bali yang bertanduk pendek hanya terdiri dari 2 ekor saja. Dari
hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali tesebur kita juga dapat menentukan
umurnya, yaitu dengan cara mangamati tanduk dan gigi sapi Bali tersebut. Dari
hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa dari semua sapi Bali yang
diamati ternyata memiliki amur yang bervariasi, mulai dari yang terendah yaitu
1,5 tahun dan yang tertinggi yaitu 4 tahun atau lebih dari 4 tahun. Data penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sapi Bali memiliki produktifitas baik
dan kurang baik. Jadi perbedaan ukuran ini disebabkan pada saat pengukuran yang dimana sapi yang diukur
memiliki pebedaan umur, sehingga hasil yang di dapat dalam pengkuran dimensi
pun berbeda pada tiap- tiap kelompoknya. Dilakukan pengukuran dimensi tubuh ataupun dengan penilaian
subyektif, dikatakan baik, dan cocok digunakan karena baik sebagai bibit unggul
untuk indukan. Sedangkan, jika sapi Bali tersebut memiliki jenis kelamin jantan maka ternak
tersebut dapat di katakan kurus. Maka ternak tersebut tidak cocok digunakan
sebagai pejantan.
B. Pengukuran pada Sapi Bali
Pengukuran pada
sapi Bali merupakan proses mengukur sifat sapi Bali yang tidak tampak dari luar
dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan
satuan terntentu. Pengukuran sapi Bali sangat berhubungan dengan produksi. Adapun pengukuran pada
sapi Bali yang
dijadikan pengamatan yaitu melakukan pengukuran terhadap panjang badan panjang
badan, panjang
kepala, panjang tanduk, lebar pinggul, lebar dada, lebar kepala, lingkar
dada, tinggi pinggul, dan tinggi pundak.
Dari hasil pengamatan kelompok kami, yaitu dengan pengamatan
dengan menggunakan 12
ekor sapi Bali yang terdiri dari 7 ekor sapi Bali jantan dan 5
ekor sapi Bali betina.
Dari hasil
pengukuran 12 ekor sapi Bali tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sapi Bali yang diamati
memiliki hasil pengukuran yang yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil
pengukuran tersebut diperoleh nilai
rata-rata pengukuran terhadap sapi
Bali yaitu panjang badan 108,67 cm, panjang kepala 25,72 cm, panjang tanduk 17,08 cm, lebar pinggul 36,16 cm, lebar dada 31,5 cm, lebar kepala 18,63 cm, lingkar dada 144,08 cm, tinggi pinggul 108,75 cm, dan tinggi pundak 108,41 cm. Setelah melakukan pengamatan dan
pengukuran ciri-ciri dan pengukuran sapi Bali dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap jenis hewan
memiliki pengukuran sapi Balidan kualitatif yang berbeda. Dan atas dasar
pengamatan yang diperoleh bahwa pengukuran sapi Balitidak berpengaruh pada
seberapa kualitas produksi hewan ternak. Jadi untuk memilih ternak yang baik
harus berdasakan ciri-ciri. Baru kemudian diikuti sifat kuantitatifnya. Pertumbuhan tubuh ternak secara
keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan, sedangkan
besarnya badan dapat diukur melalui tinggi pundak, panjang badan,
lingkar dada, lebar dada, dan lain- lainnyal. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai
ukuran pertumbuhan nilai obyektf. Sedangkan pengukuran nilai skor
yang dilakukan secara langsung dengan melihat bentuk tubuh, cirri khas dan
keharmonisan tubuh digunakan untuk penilaian secara indeks skor kualitatif atau
nilai skor subyektif. Jika ada data yang tidak didapat pada praktikum lapangan
kali ini disebabkan sikap kurang tenang dari ternak tersebut sehingga kelompok
tidak mendapatkan data karena tidak bias diukur.
V. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini
adalah sebagai berikut :
1.
Dari
hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali, yaitu warna bulu terdiri dari
warna hitam (1 ekor), cokelat (4 ekor), dan merah bata (7
ekor). Semua sapi Bali yang diamati memiliki tanduk, 10 ekor bertanduk panjang
dan 2 ekor bertanduk pendek, serta memiliki bulu halus lebih banyak yaitu 9
ekor sedangkan berbulu kasar hanya terdiri dari 3 ekor.
2. Berdasarkan hasil
pengukuran sapi Bali diperoleh nilai
rata-rata pengukuran terhadap sapi
Bali yaitu panjang
badan 108,67 cm, panjang kepala 25,72 cm, panjang tanduk 17,08 cm, lebar pinggul 36,16 cm, lebar dada 31,5 cm, lebar kepala 18,63 cm, lingkar dada 144,08 cm, tinggi pinggul 108,75 cm, dan tinggi pundak 108,41 cm.
B. Saran
Saran yang dapat kami ajukan pada
praktikum ini adalah sebaiknya
waktu yang diperlukan dalam praktikum ini harus sedikit lebih lama, sehingga
kami tidak terburu-terburu, utamanya pada saat melakukan pengukuran pada sapi Bali, sehingga
hasil yang diperoleh akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Djagra, I.B. 2009. Diktat Ilmu Tilik Sapi Potong. Fakultas
Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Hardjosubroto W., 1994. Aplikasi
Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Jan R, 2000. Penampilan Sapi Bali di Wilayah Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali di Daerah Tingkat I Bali. Tesis PPS-UGM, Yogyakarta.
Kasip, L. M., 1990. Pengamatan Ciri-ciri
dan Kuantitatif pada Sapi Bali di Pulau
Lombok. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan Unram, Mataram.
Pane I, 1990. Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi
bali di P3Bali. Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayna Denpasar, Bali.
Santosa. 2006. Seri Agribisnis Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penerbit Penebar Swadaya :
Bogor.
Wello B dan Liwa M, 1991. Produktivitas Sapi
Bali di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong di Indonesia, Bandar Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar