KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan
Praktikum Manajemen Ternak Potong Kondisi
Lingkungan Di Rph Kelurahan Anggoeya Kota Kendar. Salawat dan salam tidak lupa kami kirimkan kepada
baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan menuju zaman yang serba modern dengan perkembangan ilmu
pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Laporan ini merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Ternak Potong. Laporan ini telah diupayakan agar dapat sesuai
apa yang diharapkan dan dengan terselesainya Laporan ini sekiranya
bermanfaat bagi setiap pembacanya. Laporan ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses
pembelajaran agar kiranya kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul tentang
perlunya sebuah praktikum agar menjadi bahan pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa Laporan ini jauh dari kesempurnaan dan dengan segala
kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga
apa yang kita harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan kesempurnaan untuk Laporan
ini selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga Laporan yang penulis buat
ini mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
..........................................................................................ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
...........................................................................................1
1.2.
Tujuan.........................................................................................................2
1.3.
Manfaat………………………………………………………………...…2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Rumah Potong Hewan...............................................................................3
2.2. Lingkungan Kandang
RPH…………………………………………........3
2.3. Pakan …………………….………………………………………………4
2.4. Kesehatan dan
Penyakit...………………………………………………..5
2.5. Penanganan Limbah RPH….………………………………………...…..6
BAB
III METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan
Tempat……………………………………………………….8
3.2. Alat dan Bahan
…………………………………………………………..8
3.3. Metode
Praktikum………………………………………………………..8
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kandang RPH Kota Kendari
……………………………………………9
4.2. Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota
Kendari………………………10
4.3. Penanganan sapi Bali Di Di RPH Kota
Kendari………………………..10
4.4. Pola Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH
Kota Kendari……………………11
BAB
V PENUTUP
3.1.
Kesimpulan..............................................................................................13
3.2. Saran
.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usaha ternak sapi
potong merupakan sala satu jenis usaha yang potensial dan cukup menjanjikan.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya
konsumsi daging sapi pada tahun-tahun
belakangan ini. Meningkatnya konsumsi daging di Indonesia disebabkan oleh
kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya konsumsi protein hewani. Untuk
memenuhi konsumsi daging di Indonesia pemerintah mencanangkan program swasembada
daging sapi, namun sampai saat ini belum tercapi.
Untuk mensukseskan
program swasembada daging pada tahun-tahun selanjutnya, maka bukan hanya usaha
pemeliharaan yang perlu diperhatikan tetapi juga perlu adanya pengembangan
usaha pemotongan sapi potong. Selain itu keadaan kandang sekitar RPH juga perlu
diperhatikan dan harus disesuaikan dengan kondisi ternak yang ada. Hal tersebut
dikarenakan dengan adanya pengembangan
usaha sapi potong dari hulu hingga hilir, maka keungkinan untuk mensukseskan usaha
swasembada daging sapi pada tahun-tahun selanjutnya dapat tercapai.
Usaha pemeliharaan sapi
merupakan kegiatan pemeliharaan sapi yang berupa system penggemukan atau system
breeding yang bertujuan untuk memelihara sapi dengan cara dan metode yang baik dann
benar. System pemeliharaan sapi terdiri dari pengelolaan kandang yang bertujuan
untuk melindungi dan memberi kenyamanan
bagi ternak, manajemen pemberian pakan, jenis pakan, dan frekuansi pemberian pakan.
Dalam
pengelolaan sebuah RPH diperlukan manajemen perkandangan yang baik, serta
lingkungan kandang yang memadai serta nyaman. Sehingga untuk menjadi pengelola
RPH yang baik diperlukan pengetahuan dan keahlian yang memadai. Sehingga
kesulitan pada saat menjalankan usaha dapat diminimalisir. Sehingga dilakukan
praktikum ini untuk mengetahui manajemen lingkungan RPH kota Kendari beserta
lingkungannya.
1.2.
Tujuan
Tujuan dilaukannya
praktikum ini adalah sebagi berikut :
1. Untuk
mengetahui kondisi kandang di RPH kota Kendari
2. Untuk
mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3. Untuk
mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendadri
1.3.
Manfaat
Manfaat yang didapatkan
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat
mengetahui kondisi kandang di RPH kota Kendari
2. Dapat
mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3. Dapat
mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendadri
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Potong Hewan
Menurut SK
Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 23 tahun
2006, Rumah Pemotongan Hewan
yang selanjutnya disebut
RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain
dan konstruksi khusus
yang memenuhi persyaratan
teknis dan higienis
tertentu serta digunakan
sebagai tempat pemotongan
hewan, Usaha dan/atau
kegiatan RPH meliputi:
pemotongan, pembersihan lantai
tempat pemotongan, pembersihan
kandang penampung, pembersihan kandang
isolasi, dan/atau pembersihan
isi perut dan
air sisa perendaman.
Rumah
Pemotongan Hewan merupakan
unit/sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat
mempunyai fungsi sebagai :
1. Tempat dilaksanakannya pemotongan
hewan secara benar.
2. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan
hewan sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan daging (post
mortem) untuk mencegah penularan
penyakit hewan ke manusia.
3. Tempat untuk
mendeteksi dan memonitor
penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan
ante mortem dan
post mortem guna pencegahan
dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal hewan.
4.
Melaksanakan seleksi dan
pengendalian pemotongan hewan
besar betina bertanduk yang masih
produktif ( Asdar, 2014).
2.2.
Lingkungan Kandang RPH
Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang
waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup
ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang harus
memberikan jaminan hidup yang nyaman bagi sapi dan tidak menimbulkan kesulitan
dalam pelaksanaan tata laksana. Oleh karena itu konstruksi, bentuk, macam
kandang harus dilengkapi dengan ventilasi yang sempurna, dinding, atap, lantai,
tempat pakan, tempat minum, serta adanya saluran drainase yang menuju
bak penampung kotoran (Anonimus, 1991)
Sedapat mungkin bangunan kandang tunggal dibangun
menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan. Sehingga
hal ini memungkinkan sinar pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang
secara leluasa. Sinar pagi besar artinya bagi kehidupan ternak karena membantu
proses pembentukan vitamin D di dalam tubuh/ unsur ultraviolet berfungsi
sebagai desinfektan dan pembasmi bibit penyakit, serta mempercepat proses
pengeringan kandang yang basah akibat air kencing ataupun air pembersih
(Sudarmono dan Sugeng, 2008)
Pengaturan ventilasi sangat penting untuk dicermati.
Apabila dinding kandang dapat dibuka dan ditutup maka sebaiknya pada siang hari
dibuka dan pada malam hari ditutup. Kandang di dataran rendah dibangun lebih
tinggi dibandingkan dengan kandang di dataran tinggi atau pegunungan. Bangunan kandang
yang dibuat tinggi akan berefek pada lancarnya sirkulasi udara didalamnya. Di
daerah dataran tinggi, bangunan kandang dibuat lebih tertutup, tujuannya agar
suhu di dalam kandang lebih stabil dan hangat (Sarwono dan Arianto, 2002)
Perlengkapan
kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan dan tempat minum. Tempat
pakan dan tempat minum dapat dibuat dari tembok beton yang bagian dasarnya
dibuat cekung dengan lubang pembuangan air pada bagian bawah, atau bisa juga
tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat minum menggunakan ember
(Siregar, 2003)
2.3. Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan
oleh ternak berupa bahan organik maupun anorganik dan dapat dicerna baik
seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak yang
bersangkutan. Pakan mempunyai peranan yang penting, baik diperlukan bagi
ternak-ternak muda untuk mempertahankan hidupnya dan menghasilkan suatu
produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi untuk memelihara daya tahan
tubuh dan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus sempurna dan
mencukupi. Sempurna dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternak tersebut
harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas yang
baik (Sugeng, 2005) Pakan ternak sapi potong yang cukup nutrien merupakan salah
satu unsur penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Pemberian pakan yang baik dan memenuhi beberapa kebutuhan sebagai berikut :
1.
Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan
pakan yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah minimal. Meskipun ternak dalam
keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya
kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan sejumlah minimal zat pakan untuk menjaga
keseimbangan dan mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut
digunakan untuk bernafas, dan pencernaan pakan.
2.
Kebutuhan pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk
proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan
3.
Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi
untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan Untuk kebutuhan nutrien sapi
potong dalam praktek penyusunan diperlukan pedoman standart berdasarkan berat
tubuh dan pertambahan berat tubuh (Murtidjo, 2001)
Makanan hijauan
ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan
yang mengandung lebih dari 18% serat kasar dalam bahan kering yang dipergunakan
sebagai bahan pakan ternak. Termasuk kelompok makanan hijauan ialah bangsa
rumput (graminae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuhan lain
seperti daun nangka, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan hijauan
ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa
diberikan dalam dua bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering (Anonimus,
1983)
2.4.
Kesehatan dan Penyakit Ternak
Kesehatan pada ternak merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam pemeliharaan ternak sapi potong. Sapi yang sakit tidak mampu
memberikan hasil yang maksimal dan sapi yang terjangkit penyakit menular
produksi dagingnya tidak dapat dipasarkan karena dapat membahayakan kesehatan manusia
(Sugeng, 2005).
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) berbagai jenis
penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak
menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar
bagi peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi
dapat merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi
pertumbuhan dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali Vaksinasi merupakan
salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan cara menciptakan
kekebalan tubuh. Vaksinasi penting yang harus dilakukan oleh setiap peternak
sapi potong antara lain vaksinasi untuk pencegahan
terhadap penyakit brucellosis dan anthrax yang pernah berjangkit
di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Keberhasilan
tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal keberhasilan pemeliharaan
berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase
hidup sapi yang bersangkutan mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa ( Sugeng,
2005)
2.5.
Penanganan Limbah RPH
Limbah RPH yang berupa feses urin, isi
rumen atau isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya dapat bertindak
sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut
mudah mengalami proses dekomposi atau
pembusukan. Proses pembusukannya di dalam air menimbulkan bau yang tidak sedap
yang dapat mengakibatkan gangguan pada saluran pernapasan manusia yang ditandai
dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan.
Selain menimbulkan gas berbau busuk, penggunaan oksigen terlarut yang
berlebihan oleh mikroba dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (meningkatkan
BOD) (Roniadi, 2011).
Karena limbah cair RPH,
secara prinsip mengandung bahan-bahan penyebab penyakit, maka perlu
mendapat perhatian tertentu dalam hal adanya epidemiologis Terutama pada daerah dengan temperatur
tinggi, limbah cair menunjukan kecenderungan kuat terjadinya dekomposisi
mikrobial dan hal ini baik untuk pertumbuhan kuman penyakit. Dalam
pertimbangan penggunaan proses aerobik maupun anaerobik, perlu
diperhatikan kehadiran disinfectans dan bahan pencuci (sabun) dalam limbah cair
(Padamono, 2005).
Pengolahan air limbah
secara biologis terutama diarahkan untuk mengolah kandungan bahan organic terlarut
dari air limbah. Teknik ini memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik
maupun anaerobik untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dengan cara
mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air limbah. Proses pengolahan
secara aerobik memiliki beberapa keterbatasan antara lain memerlukan energi
yang tinggi untuk aerasi dan menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga
memberikan permasalahan tersendiri bagi lingkungan. Sedangkan pengolahan secara
anaerobik memiliki beberapa keuntungan antara lain mampu mendegradasi bahan
organik dalam air imbah dengan
konsentrasi tinggi, hanya sedikit menghasilkan lumpur padat, hemat energi karena
tidak memerlukan aerasi, dan bisa memberikan hasil samping berupa gas metana
yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Oleh karena itu pengolahan secara
anaerobik paling banyak dikembangkan dan dianggap paling sesuai untuk mengolah
kandungan bahan organik dari air limbah RPH
(Budiyono, 2007).
BAB
III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada teanggal 17
Oktober 2015, pukul 13.00 sampai selesai dan bertempat di Rumah Potong Hewan,
Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No
|
Nama
Alat
|
Kegunaan
|
1.
2.
3.
|
Alat
tulis
Alat
ukur
Kendaraan
|
Untuk
menuliskan hasil pengamatan
Untuk
mengukur panjang dan lebar kandang RPH
Untuk
kendaraan menuju RPH
|
Bahan yang digunakan dalam praktikum
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
|
Nama
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
2.
|
Sapai
bali
Kandang
RPH
|
Bahan
pengamatan
Bahan
pengamatan
|
3.3.
Metode Praktikum
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey dan pengamatan langsung
di lapan gan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai lokasi, situasi dan kondisi di lapangan dalam hal ini Rumah
Potong Hewan yang berhubungan dengan materi praktikum.
Prosedur kerja dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengamati
keadaan kandang RPH yang terdiri dari gambar kandang, bahan pembuatan kandang,
ukuran kandang, tempat pakan, dan tempat air minum.
2. Mengamati
penandaan yang terdapat pada sapi.
3. Mengamati
pola pemeliharaan sapi bali
4. Melakukan
wawancara dengan petugas RPH, dan
5. Menuliskan
hasil wawancara dan hasil pengamatan pengamatan
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kandang RPH Kota Kendari
4.1.1.
Jenis
Kandang
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan jenis kandang sapi Bali yang digunakan di RPH kota
Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini merupakan
kandang sementara sebelum ternak sapi di potong. Pengadaan kandang berkelomppok
ini bertujuan untuk memudahkan dalam memasukan ternak yang dipindahkan dari
luar kota.
4.1.2.
Bahan Kandang
Berdasarkan
gambar diatas dapat dilihat bahwa bahan pembuatan kandang RPH kota Kendari, tiangnya
terdiri dari besi serta beton dan bagian atapnya terdiri dari seng serta besi
sebagai penyangganya. Sekat-sekat tempat pakan dan tempat ternak juga terbuat
dari besi yang dilapisi cet warna merah
4.1.3. Ukuran Kandang
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan ukuran-ukuran kandang RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
-
Jarak antara tempat pakan yang satu
dengan yang lainnya adalahh 1,5 m
-
Lebar irigasi adalah 20 cm
-
Ukuran kandang lebar adalah 15 m,
panjang 25 m, sehingga luasnnya 375 m²
-
Untuk tempat pakannya ukurannya yaitu
lebar 2 meter, panjang 12 m, sehingga luasnya 24 m²
Jarak
antara tempat pakan yang satu dengan tempat pakan yang lain adalah 1,3 meter
hal ini dilakukan karena desesuaikan dengan kondisi ternak yang akan dipelihara
untuk sementara.
4.2.
Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara
dengan petugas RPH Kota Kendari bahwa Penandaan
yang diberikan pada sapi Bali di RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
1. Pengirisan
dibagian telinga pada sapi
2. Penandaan
menggunakan SP (nama kampung asal pemilik ternak)
3. Diberi
pengikat tali dibagian lehernya.
Penandaan yang terdapat pada sapi di RPH biasanya
dilakukan oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali
pengirisan dibagian telinga. Penandaan ini biasanya dilakukan oleh peternak
untuk memudahkan dalam mengetahui
ternaknya. Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal) biasanya jarang
ditemukan di RPH kota kendari karena penandaan ini tergantung daerah asal.
Sedangkan pemberian tali dileher selain sebagai penandaan juga bertujuan untuk memudahkan
dalam melakukan pengikatan terhadap ternak yang bersangkutan.
Para
petugas RPH tidak melakukan penandaan karena di RPH ternak hanya tinggal
sementara tergantung pesanan konsumen. Apabila konsumen permintaannya lebih
cepat maka ternak tidak akan lama tinggal di RPH sedangkan permintaannya
konsumen lama maka ternak akan lebih lama tinggal di RPH.
4.3.
Penanganan pada Ternak Sapi Bali Di RPH
Berdasarkan wawancara
yang jenis-jenis penanganan yang dilakukan oleh petugas RPH adalah pembersihan
feses dan kotoran ternak dan kemudian feses tadi diolah sebagai pupuk.
Pembersihan kandang tadi dilakukan setiap hari guna memberikan kenyamanan
terhadap si ternak. Menurut (Budiyono, 2007) Pengolahan air limbah secara
biologis terutama diarahkan untuk mengolah kandungan bahan organic terlarut
dari air limbah. Teknik ini memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik
maupun anaerobik untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dengan cara
mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air limbah. Proses pengolahan
secara aerobik memiliki beberapa keterbatasan antara lain memerlukan energi
yang tinggi untuk aerasi dan menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga
memberikan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.
Jenis-jenis
penanganan pada umumnya yang tidak dilakuakan di RPH kota Kendari ini adalah
pemberian faksin dan pemberian obat-onbatan tertentu. Sebab ternak-ternak di
RPH kota Kendari ini hanya tinggal untuk sementara sampai waktu
pemotongan dilakukan.
4.4.Pola
Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara yang dilakukan
adapun pola pmeliharaan sapi Bali di Kelurahan Anggoeya Kota Kendari yaitu :
a. Lama
pemeliharaan tergantung dari pesanan
b. System
pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan
c. Pemberian
rumput gajah sebanyak tiga kali sehari dan diberikan sebagian rumput
gembala
d. Pemberian
air minum sebanyak tiga kali sehari
e. Penempatan
ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor
Lama pemeliharaan
ternak tergantung dari pesanan. Apabila pesanan konsumen lebih cepat maka ternak
sapi Bali ini tidak akan lama dipelihara RPH. Begitu pula sebaliknya semakin
lama permintaan konsumen maka semakin lama ternak sapi tadi dipelihara di RPH.
Pada system
pemeliharaan jantan dan betina tidak ada perlakuan yang bebeda yang diberikan
terhadap ternaknya, baik itu pemberian pakan, air minum, pola pemliharaan dan
lain sebagainya, karena ternak sapi bali disini tinggal untuk dipotong bukan
untuk dikembangbiakan. Oleh sebab itu ternak di RPH ini tidak dipeliha seperti
pemeliaraan ternak-ternak sapi pada Umumnya.
Pemberian pakan dan air
minum pada sapi Bali di RPH kota Kendari diberikan sebanyak tiga kali sehari,
hal ini dilakukan agar memenuhi
kebutuhan hidup ternak. Jenis pakan yang sering diberikan pada ternak yang
terdapat di RPH ini adalah hijauan berupa rumput gajah dan rumput pengembalaan
yang diberikan secara terbatas. Pemberian air minum dilakukan dengan
menggunakan ember, yang diberikan secara terbatas pula.
Penempatan sapi
Bali di RPH kota Kendari untuk setiap petaknya adalah maksimal 10 ekor.
Hal ini dilakukan agar ternaknya dapat
dikelola dengan baik dan tidak terjadi kepadatan tempat maupun perebutan pakan.
BAB
V. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas maka kesimpulan dari pembuatan
laporan prktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis
kandang yang digunakan di RPH Kota Kendari merupakan jenis kandang koloni yang
terbuat dari besi dan beton serta beratapakan seng yang panjangnya 25 meter dan
luasnya 15 meter.
2. Tidak
dilakukan perlakuan penandaan terhadap ternak sapi Bali yang terdapat di
RPH Kota Kendari, melainkan tanda yang
terdapat pada ternak sudah ada memang sejak ternak didatangkan dari luar kota
3. Menejemen
pemeliharaan ternak sapi Bali di RPH kota Kendari ini tidak seperti
manajemen pemeliharaan ternak pada
umumnya, disini ternak dipelihara untuk dipotong bukan untuk dikembangbiakan.
5.2. Saran
Sara saya sebagai
mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebaiknya praktikum untuk
angkatan-angkatan selanjutnya jangan hanya mengamati menejemen ternak yang sudah ada, melainkan
praktikum selanjutnya harus mampu membuat mahasiswa melakukan manajemen
sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Asdar, Zulkifli.
2014. Analisis Proses Pengelolaan
Pemotonga Sapi dan Kebau di Rumah Potong Hewan Tamangapa Kecamatan Manggala Makassar. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar
Budiyono, I
Nyoman Widiasa, and Sunarso. 2007. Perkembangan
Teknologi
Pengolahan
Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) : Overview. Jurusan Teknik
Kimia FTI-ITS. Surabaya
Murtidjo,
B.A., 2001. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Roniadi,
Alfi A. P. Mulia Tarigan dan Zaid P. Nasution. 2011. Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan Di Kelurahan Mabar
Hilir Kecamatan Medan Deli. Universitas
Sumatera Utara.
Padamono,
Djoko. 2005. Alternatif
Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan – Cakun.
Peneliti di Pusat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Sarwono, B., dan
Arianto H. B., 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sudarmono
dan Sugeng, 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng,
Y.B., 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar