I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
memiliki ternak unggas yang potensial dalam perkembangan peternakaan nasional.
Sala satu jenis unggas lokal yang suda lama dikenal oleh masyarakat adalah
burung puyuh. Kebutuhan ternak burung puyuh belakangan ini cenderung meningkat,
selain untuk memenuhi kebutuhan protein hewani juga disebabkan karena
kepercayaan masyarakat terhadap daging dan telur burung puyuh yang lebih alami
dan lebih enak. Akan tetapi, peningkatan kebutuhan terhadap burung puyuh tidak
diimbangi dengan peningkatan populasi burung puyuh diberbagai daerah di
Indonesia.
Burung
puyuh merupakan salah satu unggas yang harus dikembangkan dan ditingkatkan
produksinya karena sangat potensial untuk cepat menghasilkan kebutuhan protein
hewani berupa telur bagi masyarakat. Kelebihan usaha puyuh adalah pada umur enam
minggu sudah berproduksi, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah pemeliharaan
serta dapat diusahakan pada lahan yang terbatas. Untuk menghasilkan produksi
dan kualitas telur yang baik harus diimbangi dengan kandungan nutrien dalam ransum
secara lengkap seperti energi, protein, vitamin, mineral, dan air. Vitamin merupakan
salah satu unsur nutrien yang dibutuhkan oleh burung puyuh.
Faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dalam
menetaskan telur dengan mesin tetas adalah
bobot telur tetas, karena bobot telur tidak
hanya berpengaruh terhadap daya tetas saja tetapi juga sangat
berpengaruh terha dap bobot tetas. Bobot
telur tetas yang baik untuk burung
puyuh berkisar antara
9- 10 gram. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
penetasa telur burung puyuh adalah fertilitas dari telur itu sendiri. Jika
nilai fertilitasnya tinggi maka tidak menutup kemungkianan nilai presentase
daya tetasnya akan tinggi pula.
Berdasarkan
latar belakang maka dilaksanakanlah praktikum karasteristik, ukuran-ukuran
fisik dan fertilitas telur burung puyuh.
Hasil dari pengamatan ini diharapkan
nantinya dapat memberikan informasi tentang karasteristik, ukuran-ukuran fisik
telur burung puyuh serta nilai fertilitas dari telur burung puyuh.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui karasteristik, ukuran-ukuran
dan fertilitas telur burung puyuh yang akan ditetaskan.
Manfaat
yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah mengetahui karasteristik,
ukuran-ukuran dan fertilitas telur burung puyuh yang akan ditetaskan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karasteristik Telur Burung Puyuh
2.1.1.
Burung Puyuh
Puyuh merupakan salah
satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung
ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Secara ilmiah puyuh
dienal dengan nama Coturnix-coturnix japonica berbeda dengan nama yang
umumnya digunakan yaitu Coturnix coturnix
. C. japonica pada awalnya disebut burung jepang liar yang ditemukan pada
abad ke-delapan di Jepang. Burung puyuh tipe liar memiliki bulu dengan warna
dominan coklat cinnamon dan gelap. Akan tetapi, puyuh betina dewasa memiliki
bulu dengan warna yang pucat dengan bintik bintik gelap. Berbeda dengan puyuh
betina, puyuh jantan dewasa memiliki warna bulu yang gelap dan seragam pada
bagian dada dan pipi (Vali, 2008).
2.1.2.
Warna Telur Burug Puyuh.
Ciri-ciri warna telur
puyuh terdapat bercak-bercak kehitaman. Ada suatu petunjuk yang memperlihatkan
bahwa bercak-bercak itu tidak hanya kehitaman tetapi juga warna lain, dan warna
dasarnya adalah keputihan. Warna telur dipengaruhi oleh adanya zat warna yang
dikumpulkan dalam kerabang saat pembentukannya dalam uterus (Sugiharto, 2005).
Telur puyuh berdasarkan warna dan corak bercak-bercaknya memungkinkan untuk
membedakan telur masing-masing individu dalam kelompok puyuh yang tepat.
Perbedaan warna kulit dan berat telur puyuh satu dengan yang lainnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur puyuh, pakan dan genetik (Sugiharto, 2005).
2.1.3.
Tekstur Telur Burung Puyuh
Kualitas kerabang
burung puyuh dilakukkan dengan pengukuran kerabang telur
yang terbagi di dalam dua kategori yaitu kategori deskrutif dan kategori
non deskrutif. Metode deskrutif terdiri atas tebal kerabang
telur, berat dan presentase kerabang telur, indeks kerabang telur dan kekuatan
tekan. Sedangkan metode non deskrutif terdiri dari grafitasi spesifik dan
elastisitas kerabang telur serta kasar halusnya kerabang telur (Yuwanta, 2007).
2.2.
Ukuran-Ukuran Telur Burung puyuh
Mahi (2012) menyatakan bahwa Bobot telur tetas yang baik untuk
burung puyuh berkisar
antara 9- 10 gram.
selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot
tetas, dimana bobot telur tetas tinggi
akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.
Berat telur diperoleh dengan
cara menimbang telur satu persatu. Berat telur merupakan salah satu sifat yang
diwariskan induk kepada anaknya. Faktor yang berpengaruh terhadap berat telur
adalah berat badan puyuh, umur induk, umur saat pertama kali bertelur dan
tingkat produksi telur (gen). Semakin tua umur pertama kali bertelur, maka akan
semakin berat pula telur yang dihasilkan. Berat telur pada masa produktif puyuh
selama 4 minggu pertama adalah sekitar 8,9 gram (terendah). Telur berukuran
sedang mempunyai ciri berat 94-105 butir/kg, bercaknya jelas dan mempunyai
kulit telur yang tebal (Sugiharto, 2005).
Perhitungan indeks
bentuk telur melibatkan penentuan nilai sifat-sifat yang diseleksi secara
terpisah. Semakin tinggi indeks telur, maka kualitas telur semakin baik dengan
bentuk semakin bundar. Bentuk telur merupakan salah satu unsur genetik yang
diturunkan dari induk kepada anknya. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan
perhitungan dengan cara lebar telur dibagi panjang telur dan hasilnya dikali
seratus (Srigandono, 1997). Indeks hough pada telur puyuh adalah sebesar
77,96-80,20. Semakin besar indeks telur dapat berarti semakin besar atau
bagus kualitas pada telur tersebut.
III.
METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2015 dan bertempat di Kandang Pembibitan
Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.
3.2. Materi Praktikum
Alat
yang diggunakan dalam praktikum karasteristik
dan ukuran-ukuran telur burung puyuh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1.
Alat Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam Praktikum
No
|
Nama alat
|
Kegunaan
|
1
2
3
4
5
|
Alat tulis
Jangka sorong
Neraca
Rak telur
|
Untuk menuliskan hasil
pengamatan
Untuk mengukur panjang dan diameter telur
Untuk
menimbang berat telur
Untuk
menyimpan telur sebelum ditetaskan
|
Hp kamera
|
Untuk
dokumentasi
|
Bahan
yang digunakan dalam praktikum karasteristik dan ukuran-ukuran telur burung
puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam
Praktikum
No
|
Bahan pengamatan
|
Kegunaan
|
1
|
Telur
burung puyuh
|
Sebagai bahan
yang diamati
|
3.3.
Prosedur Kerja
Adapun
langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam praktikum karasteristik dan
ukuran-ukuran telur burung puyuh adalah sebagai berikut :
1.
Menyediakan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum,
2.
Menimbang telur burung puyuh,
3.
Mengukur
panjang telur burung puyuh,
4.
Mengukur
diameter telur burung puyuh,
5.
Menghitung indeks telur dengan
membandingkan lebar dengan panjang telur lalu dikaliakan 100 %.
6. Memasukan
telur burung puyuh dalam mesin tetas.
7. Menghitung
nilai vertilitasya setelah lima hari.
8.
Menuliskan hasil pengukuran.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Ukuran-Ukuran Telur Burung Puyuh
Hasil pengamatan ukuran-ukuran fisik telur pada
praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ukuran-Ukuran
Telur Burung Puyuh
No
|
Ukuran
telur
|
Rataan
|
1
2
3
4
|
Bobot
telur (g)
Panjang
telur (cm)
Diameter
(cm)
Indeks
(%)
|
9±0,17
2,86±0,12
2,30±0,09
80,50±3,98
|
Ukuran-ukuran
telur burung puyuh yang diamati dalam
pengamatan adalah panjang, berat, diameter dan indeks telur burung
puyuh. Berat rata-rata telur burung puyuh yang diamati adalah 9±0,17 g. Selain itu
bobot telur ini nantinya akan berpengaruh terhadap daya tetas. Hasil pengamatan
ini sesuai dengan pendapat Mahi (2012) bahwa Bobot telur tetas yang baik untuk
burung puyuh berkisar
antara 9- 10 gram.
Sedangkan menurut Sudaryani
(1996) Bobot telur yang baik untuk ditetaskan yaitu berkisar anatara 10-11
gram. Selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot
tetas, dimana bobot telur tetas tinggi
akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.
Panjang telur burung puyuh
berdasarkan hasil pengamatan adalah 2,86±0,12. Panjang telur ini nantinya akan berpengaruh terhadap
indeks telur. Semakin panjang ukuran telur maka indeksnya semakin menurun.
Sebaliknya semakin pendek ukurannya maka
indeksya semakin tinggi.
Lebar telur burung puyuh pada hasil pengamtan adalah 2,30±0,09. Lebar juga sangat menentukan nilai indeks
telur, semakin tinggi nilai lebar telur maka semakin tinggi pula nilai indeks
telur dan sebaliknya semakin rendah nilai lebar telur maka semakin rendah pula
nilai indeks telur.
Nilai indeks telur pada burung puyuh ini didapatkan dengan
membandingkan lebar telur burung puyuh dengan panjang telur burung puyuh dan dikalikan dengan 100 %. Hal ini sesuai
dengan pendapat Srigandono (1997) bentuk
telur merupakan salah satu unsur genetik yang diturunkan dari induk kepada anaknya,
untuk mengetahuinya dapat dilakukan perhitungan dengan cara lebar telur dibagi
panjang telur dan hasilnya dikali seratus. Adapun nilai indeks telur burung
puyuh dari hasil pengamatan adalah 80,50±3,98. Sedangkan
hasil pengamatan Srigandono, 1997 menunjukan bahwa indeks hough pada telur puyuh adalah sebesar
77,96-80,20. Semakin besar indeks telur dapat berarti semakin besar atau
bagus kualitas pada telur tersebut.
Indeks telur yang bagus nantinya juga akan menentikan daya tetas pada ternak
yang bersangkutan
4.2.
Karasteristik Warna Telur Burung puyuh
Karasteristik warna
telur burung puyuh pada praktikum dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karasteristik
Warna Telur Burung puyuh.
Warna
|
Jumlah (n)
|
Presentase (%)
|
Hitam
coklat
Hitam
pudar
Bercak
coklat
Coklat,
hitam pudar
|
26
2
1
1
|
86,67
6,67
3,3
3,3
|
Total
|
30
|
100
|
Berdasarkan
Tabel 4, bahwa warna telur burung puyuh
yang diamati cukup berfariasi. Warna telur burung puyuh yang didapatkan dari
hasil pengamatan adalah warna hitam
coklat sekitar 86,67 %, warna hitam
pudar atau sekitar 6,67 %, yang berwarna
putih bercak coklat sekitar 3,3 % dan
yang berwarna coklat hitam pudar berjumlah 3,3 %. Warna telur burung puyuh
dipengaruhi oleh pakan. Selain itu warna telur burung puyuh juga dipengruhi
oleh bangsa. Hasil pengamtan ini tidak sesuai dengan pernyataan Listiyowati dan
Roospitasari (2009) bahwa warna pada
telur burung puyuh adalah coklat tua, biru, putih, dan kekuning kuningan.
4.3. Karasteristik
Tekstur Telur Burung puyuh
Karasteristik tekstur
telur burung puyuh pada praktikum dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karasteristik
Tekstur Telur Burung puyuh
Tekstur
|
Jumlah (n)
|
Presentase (%)
|
Kasar
Halus
|
1
29
|
3,33
96,67
|
Total
|
30
|
100
|
Berdasarkan Tabel 5, bahwa
tekstur telur burung puyuh yang diamati ada dua yaitu kasar dan halus. Tekstur
telur burung puyuh yang halus lebih banyak dari tekstur telur burung puyuh yang kasar. Presrentase telur burung
puyuh yang teksturnya halus adalah sekitar 86,67 %.
Sedangkan presentase tekstur telur burung puyuh
yang kasar adalah 3,33 %. Kasar halusnya tekstur telur burung puyuh ini
disebabkan oleh faktor pakan, genetic dan umur pada burung puyuh.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
1.
Warna telur burung puyuh terdiri dari
tiga warna yaitu warna hitam coklat 86,67, hitam pudar 6,67 %, berwarna hitam
bercak coklat 3,3 % dan warna coklat hitam pudar 3,3 %; serta tekstur burung
puyuh ada dua yaitu halus 96,67 % dan kasar 3,33 %.
2.
Berat telur burung puyuh yaitu 9±0,17 g, panjangnya
2,86±0,12 cm, lebarnya 2,30±0,09 cm dan indeksnya adalah 80,50±3,98.
5.2.
Saran
Saran saya untuk
praktikum-praktikum selanjutnya adalah sebaikya asisten dan praktikan harus
datang tepat waktu pada saat praktikum
agar praktikum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Listiyowati,
E dan K. Roospitasari. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersil. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mahi,
Muhammad, dkk. 2012. Pengaruh Bentuk
Telur Dan Bobot Telur Terhadap Jenis
Kelamin, Bobot Tetas Dan Lama Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix Japonica). Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.
Srigandono,
B. 1997. Produksi Unggas Ayam. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Sugiharto,
R. S. 2005. Meningkatkan Keuntungan
Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Vali,
follet. 2008. “Circadian rhythm of
melatonin in the pineal gland of the Japanese quail (Coturnix coturnix
japonica)”. Journal of Endocrinology.
Vol 107. No. 324.
Yuwanta,
T. 2007. Telur Dan Produksi Telur.
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakrta.
ijin ya
BalasHapus