Minggu, 25 Januari 2015

laporan dasar genetika ternak

I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Kekhasan sapi Bali yakni berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri.
            Ciri-ciri pada sapi Bali merupakan sifat yang tampak atau dapat diamati dari luar, dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi tidak dapat diukur dengan satuan terntentu. Contoh pengamatan pada ciri-ciri sapi Bali yaitu jenis kelamin, warna bulu, bentuk bulu, ada atau tidaknya tanduk, dan panjang tanduk.                         Adapun pengukuran terhadap sapi Bali merupakan pengamatan  sifat yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan terntentu. Sifat ini  sangat berhubungan dengan produksi. Contoh pengamatan pengukuran terhadap sapi Bali yaitu panjang badan, lebar dada, lingkar dada, panjang kepala, tinggi punggung, lebar kepala, panjang tanduk, dan lebar pinggul.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum pengamatan pada sapi Bali adalah sebagai berikut:
1.      Apasajakah yang menjadi  ciri-ciri sapi Bali?
2.      Apasajakah yang menjadi  pengukuran terhadap sapi Bali?
C. Tujuan dan  Manfaat
Tujuan dilaksanakannya praktikum pengamatan pada sapi Bali adalah sebagai berikut:
1.   Mencatat dan mengetahui ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali.                      
2.   Mencatat dan mengetahui pengukuran terhadap sapi Bali.                              D. Manfaat
Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan praktikum pengamatan pada sapi Bali adalah sebagai berikut:
1.   Dapat mengetahui ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali.                                       2.   Dapat mengetahui pengukuran terhadap sapi Bali.










II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Sapi Bali
Sapi Bali merupakan plasma nutfa Indonesia yang mana penyebarannya sangat luas di beberapa Provinsi di Indonesia. Melihat permintaan daging yang cukup besar di Negara kita mestinya dapat menjadi pendorong bagi pihak-pihak yang terkait untuk memperbaiki produktivitas sapi dalam negeri dengan mengelola secara lebih serius lagi. Adapun beberapa kelebihan yang dimiliki oleh sapi bali yaitu Kemampuan adaptasi di lingkungan yang memiliki ketersediaan pakan berkualitas rendah dan Fertilitas pada sapi bali sangatlah baik. Sapi Bali pertama kali di domestikasi di Propinsi Bali dan sekarang menjadi pusat pemurniaan sapi bali dan sangat proteksi bagi masuknya sapi bangsa lain. Ini sangat beralasan mengingat Indonesia merupakan pusat gen sapi bali di dunia. Selain di Bali di propinsi lain di Indonesia sudah melakukan upaya pemurnian sapi bali salah satunya adalah Propinsi Sulawesi selatan (Wello B dan Liwa M, 1991).
Di Indonesia perkembangan sapi Bali sangat cepat dibanding dengan breed potong lainnya, hal tersebut disebabkan breed ini lebih diminati oleh petani kecil karena beberapa keunggulannya yang antara laian, tingkat kesuburunnya tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efesien serta dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana breed lainnya tidak dapat persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif tinggi pada persilangan (Pane, 1990), daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase beranak dapat mencapai 80 persen. Selain beberapa keunggulan di atas terdapat juga beberapa kekurangan yakni bahwa sapi Bali pertumbuhannya lambat, rentan terhadap penyakit tertentu misalnya; penyakit jembrana, peka terhadap penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte (Hardjosubroto, 1994).
Sapi Bali merupakan breed sapi asli Indonesia yang populasinya telah mencapai 2.632.124 ekor atau sekitar 26,92 % dari total populasi sapi potong yang ada di Indonesia. Penyebaran sapi Bali telah meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia. Konsentrasi sapi Bali terbesar di Sulawesi selatan, Pulau Timor, Bali dan Lombok, namun kemurnian sapi Bali tetap dipertahankan di Pulau Bali, sebagai sumber bibit yang pembinaannya dilakukan oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali). Hardjosubroto (1994) dan Soesanto (1997) menyatakan bahwa sapi Bali termasuk sapi unggul dengan reproduksi tinggi, bobot karkas tinggi, mudah digemukkan dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga dikenal sebagai sapi perintis. Sebagai sapi asli yang potensi reproduksinya lebih baik dibanding sapi lainnya maka upaya pengembangan sapi Bali sangatlah memungkinkan oleh karena juga didukung oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan produksi daging dalam negeri, penggunaan sapi Bali diberbagai wilayah di Indonesia mempunyai prospek yang sama baiknya.
 B. Ciri-Ciri Sapi Bali
Secara kualitatif, sapi Bali mem­punyai ciri khas pada pola warna tubuh dan tanduk. Bulu berwarna merah pada sapi betina, tetapi pada sapi jantan dewasa warna merah berubah menjadi hitam, dan bila dikastrasi berubah jadi merah kembali. Berwarna putih pada bagian belakang paha, pinggir bibir atas, dan pada kaki mulai dari tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada bagian dalam telinga. Bulu pada ujung ekor dan garis belut pada punggung berwarna hitam. Bentuk tanduk paling ideal pada sapi jantan disebut regak ranjung yaitu pertumbuhan tanduk berawal dari dasar sedikit keluar, lalu mem­bengkok ke atas, kemudian pada ujungnya mem­bengkok sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk yang ideal dinamakan manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan kedalam dengan warna tanduk hitam. Gumba pada sapi Bali nampak jelas dan berbentuk khas (Hardjosubroto, 1994).                                                                       Ciri-ciri ataupun ciri-ciri yang ditemukan dalam beberapa penelitian sapi Bali adalah sebagai berikut: (1) bergelambirkecil; (2) warna muka sama dengan warna tubuh; (3) warna kulit dominan adalah merah coklat dan merah bata; (4) batas warna tubuh dengan warna pantat adalah jelas, tetapi sebagian besar juga smear; (5) batas warna tubuh dengan warna kaki dari lutut ke bawah adalahjelas; (6) bulu ekor berwarna hitam; (7) terdapat lingkar mata; (8) terdapat garis hitam pada telinga; (9) punggung lurus; (10) terdapat garis belut atau garis hitam di bagian punggung; (11) terdapat tanduk; (12) arah tanduk mengarah ke belakang; dan (13) tidak berpunuk (Kasip, L. M., 1990).                                                      Karakter yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, sesuai dengan yang pernah dikemukakan Pane (1991). Walaupun demikian, ditemukan beberapa sapi bali (dalam skala kecil) di ketiga lokasi penelitian yang menyimpang karakteristiknya, misalnya: (1) terdapatnya gelambir yang lebar dan tebal; (2) batas warna di bagian pantat dan kaki smear; (3) bulu ekor berwarna putih; (4) tidak terdapat lingkar hitam pada mata dan garis hitam pada telinga; (5) punggung tidak lurus; (6) tidak bertanduk atau arah tanduk ke depan dan keatas; dan (7) berpunuk besar atau kecil. Terjadinya penyimpangan karakteristik ini dapat diduga karena beberapa kemungkinan, di antaranya terjadinya mutasi, dan masuknya gan baru dari bangsa sapi lain akibat persilangan. Hal ini tampak misalnya pada beberapa sapi bali yang mempunyai gelampir tebal dan besar, serta berpunuk, mengindikasikan adanya “darah” bangsa sapi Bos indicus; sedangkan batas warna yang tidak jelas (Djagra, I.B. 2009).
C. Pengukuran pada Sapi Bali
Pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering kali di pakai juga sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit dan menentukan umur sapi tersebut. Dibanding dengan sapi potong lokal lain, sapi bali mempunyai performansi produksi yang lebih efisien; dengan angka kebuntingan dan angka kelahiran yang tinggi (80 persen), pertambahan bobot badan dengan pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari (jantan dewasa) dan 0,6 kg/hari (betina dewasa), serta persentase karkas berkisar antara 51,5–59,8 persen, dengan persentase tulang kurang dari 15 persen berat karkas, dan dagingnya berkadar lemak rendah (Pane, 1991).                          Berdasarkan ketentuan kontes dan pameran ternak nasional, yang termasuk dalam “statistik vital” pada ternak sapi meliputi ukuran tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, lebar punggung, lebar pinggul, panjang pinggul, panjang kepala, lebar kepala, berat badan, dan umur. Ukuran “statistik vital” dari organ tertentu jika dikaitkan dengan umur akan menggambarkan keharmonisan perkembangan tubuh dan produktivitas (pertumbuhan). Karena itu, pertumbuhan organ-organ tertentu berkorelasi dengan berat badan. Pengukuran sapi Baliyang terdapat pada Sapi Bali yaitu berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor (Wello B dan Liwa M, 1991).                                                                       Pengukuran dimensi dimaksudkan pelaksanaan dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak atau ukuran statistik, antara lain :                                              1. Ukuran Tinggi :
a. Tinggi pundak, tinggi gumba ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ketanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
b. Tinggi punggung ialah jarak tegak lurus dari taju duri ruas tulang punggung atau processus spinosus vertebrae thoracaleyang terakhir sampai ke tanah . Titik ini mudah didapat dengan menarik garis tegak lurus tepat diatas pangkal tulang rusuk terakhir.
cTinggi pinggang  ialahjarak tegak lurus dari titik antara tulang lumbar vertebrae 3-4, tepat melalui legok lapar sampai ke tanah ( lantai ).
d. Tinggi pinggul ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama sampai ke tanah.
Alat yang dipakai untuk mengukur tinggi bagian- bagian tubuh diatas adalah tongkat ukur.
 2. Ukuran Panjang :
a.  Panjang kepala jarak dari puncak kepala sampai ujung moncong.
b.  Panjang badan ; diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku ( humerus ) sampai benjolan tulang tapis ( tuber ischii ).
tuber coxae dan tuber ischii pada sisi sama.
f.  Panjnag tanduk, diukur dengan pita ukur. Jarak antara ujung tanduk sampai kedasar tanduk.
3. Ukuran Lebar :
a. Lebar dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
b. Lebar pinggang, jarak diukur antara taju horizontal yaitu pada tulang lumbale 3-4.
cLebar pinggul, jarak antara tuber coxae pada sisi kiri dan kanan.
f. Lebar kepala, jarak terbesar antara kedua lengkungan tulang mata sebelah atas luar kiri dan kanan.
4. Ukuran Dalam :
Dalam dada. jarak titik tertinggi pundak ( gumba ) sampai tulang dada dan diukur melalui serta merta dibelakang siku.                                                                      5. Ukuran Lingkar :
a. Lingkar dada. Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh.
b. Lingkar perut . lingkaran yang diukur di daerah perut.yang memliki lingkaran besar, melalui serta merta di belakang tulang rusuk terakhir dan tegak lurus dengan sumbu tubuh.
(Jan R, 2000).








III. METODELOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Pengamatan Pada Sapi Bali ini dilaksanakan di Kandang Sapi Fakultas Peternakan UHO Kendari, pada hari Sabtu, 22 November 2014 pukul 08.00 sampai selesai.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan pada sapi Bali dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pengamatan pada                sapi Bali
No.
Alat                                                     Kegunaan

1.       1.
Alat tulis                            Untuk menulis hasil pengamatan.

2.       2.
Meteran                             Untuk mengukur sifat kuantitatif sapi.
3.       3.
Mistar gesek
Untuk mengukur sifat kuantitatif sapi.





Bahan dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan pada sapi Bali dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pengamatan pada               sapi Bali
No.
     Bahan
                    Kegunaan


1.       1.
Sapi bali jantan
Sebagai bahan pengamatan.
Sebagai bahan pengamatan
2.       2.
Sapi bali betina

C.    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
1.    Membawa alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.
2.    Mengamati ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali, yaitu jenis sapi, jenis kelamin, warna bulu, bentuk bulu, serta ada atau tidaknya tanduk.
3.    Melakukan pengukuran pada sapi bali, yaitu mengukur panjang badan panjang badan, panjang kepala, panjang tanduk, lebar pinggul, lebar dada, lebar kepala, lingkar dada, tinggi pinggul, dan tinggi pundak.
4.    Mencatat hasil pengamatan ciri-ciri dan pengukuran pada sapi Bali.
5.      Membuat laporan pengamatan pada sapi Bali.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.     Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan ciri-ciri dan pengukuran pada ternak sapi Bali dapat dilihat pada table 3 dan 4 berikut.
Tabel 3. Hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali.
No.
Jenis Sapi
Ciri-Ciri Sapi Bali
Warna
 Bulu
Ada/Tidak
Tanduk
     Bentuk
     Bulu
Panjang Tanduk
Umur
1.
Jantan
Hitam
Ada
     Halus
Panjang
  3
2.
Jantan
Cokelat
Ada
     Halus
Panjang
  4
3.
Jantan
Merah bata
Ada
     Halus
Panjang
  2
4.
Jantan
Merah bata
Ada
     Halus
Panjang
  2
5.
Jantan
Cokelat
Ada
     Halus
Panjang
  1,5
6.
Jantan
Merah bata
Ada
     Halus
Panjang
  3
7.
Jantan
Merah bata
Ada
     Halus
Panjang
  4
8.
Jantan
Merah bata
Ada
     Kasar
Panjang
  4
9.

Jantan

Merah bata
Mengkilat
Ada

     Kasar

Panjang

  2

 10.

Betina
Cokelat
Kasar
Ada

     Halus
Panjang
  4
11.
Betina
Cokelat
kasar             
Ada

     Kasar
Pendek
  2
12.
Betina
Merah bata
Mengkilat
Ada  

     Halus
Pendek
  3














Tabel 4. Hasil pengukuran pada sapi Bali.
No
Jenis Sapi
Pengukuran Sapi Bali (cm)
PB
PK
PT
LP
LD1
LK
LD2
TP1
TP2
1.
Jantan
129
26
23
38
26
26
158
115
116
2.
Jantan
154
20
27
38
35
20
145
110
101
3.
Betina
105
16
10
39
30
16
141
110
103
4.
Betina
99
17
10
40
33
17
129
105
104
5.
Jantan
111
22
28
35
32
22
148
103
112
6.
Betina
93
16
16
36
31
16
134
110
116
7.
Betina
120
26
15
37
38
19
147
113
112
8.
Jantan
88
33
17
38
29
18
134
109
107
9.
Jantan
95
32
16
39
29
18
132
107
106
10.
Betina
119
38
19
37
33
19
199
107
116
11.
12.
Betina
Betina
88
103
31
32
12
12
25
32
30
32
15
18
124
138
102
114
100
108
Rata-rata
108,67
25,72
17,08
36,16
31,5

18,63
144,08
108,75
108,41
Standar Deviasi
18,6
7,52
5,88
3,93
2,98
2,99
18,8
3,96
5,63










  Keterangan : PB   = Panjang Badan
                  PK   = Panjang Kepala
PT   = Panjang Tanduk
LP   = Lebar Pinggul
LD1 = Lebar Dada    
                  LK   = Lebar Kepala
LD2 = Lingkar Dada
TP1  = Tinggi Pinggul
TP2  = Tinggi Pundak

B.   Pembahasan
Dari hasil pengamatan di atas dapat  dijelaskan bahwa pada pengamatan terhadap ciri-ciri dan pengukuran terhadap sapi yaitu dengan menggunakan ternak sapi Bali, yaitu terdiri dari lima ekor sapi Bali jantan dan tujuh ekor sapi Bali betina. Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pada sapi Bali yang telah dilakukan, yaitu melakukan dua jenis pengamatan pada sapi Bali, yaitu mengamati ciri-ciri sapi Bali dan melakukan pengukuran pada sapi bali.
1.    Ciri-Ciri Sapi Bali
Dari hasil pengamatan di atas, diperoleh ciri-ciri sapi Bali  yang memiliki banyak persamaan, baik dari segi warna bulu, bentuk bulu, serta ada atau tidaknya tanduk. Dari hasil pengamatan kelompok kami dengan menggunakan 12 ekor sapi Bali yang terdiri dari 5 ekor sapi Bali jantan dan 7 ekor sapi Bali betina diperoleh hasil pengamatan dengan ciri-ciri warna bulu memiliki warna yang bervariasi, di antaranya warna hitam (1 ekor),  warna cokelat (4 ekor), dan warna yang paling dominan atau banyak ditemukan yaitu warna merah bata (7 ekor). Pada pengamatan ciri sapi Bali mengenai ada atau tidaknya tanduk diperoleh hasil pengamatan bahwa semua sapi Bali yang diamati memiliki tanduk. Adapun pengamatan terhadap ciri bentuk bulu pada sapi Bali diperoleh hasil pengamatan bahwa bentuk bulu pada sapi Bali terdiri dari 2 bentuk yaitu kasar dan halus. Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa sapi Bali yang berbulu halus lebih banyak yaitu 9 ekor sedangkan sapi Bali yang berbulu kasar hanya terdiri dari 3 ekor. Sedangkan pengamatan ciri sapi Bali mengenai panjang tanduk diperoleh hasil pengamatan yaitu sapi Bali yang bertanduk panjang sangat banyak yaitu 10 ekor sedangkan sapi Bali yang bertanduk pendek hanya terdiri dari 2 ekor saja. Dari hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali tesebur kita juga dapat menentukan umurnya, yaitu dengan cara mangamati tanduk dan gigi sapi Bali tersebut. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa dari semua sapi Bali yang diamati ternyata memiliki amur yang bervariasi, mulai dari yang terendah yaitu 1,5 tahun dan yang tertinggi yaitu 4 tahun atau lebih dari 4 tahun.                                             Data penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sapi Bali memiliki produktifitas baik dan kurang baik. Jadi perbedaan ukuran ini disebabkan pada saat pengukuran yang dimana sapi yang diukur memiliki pebedaan umur, sehingga hasil yang di dapat dalam pengkuran dimensi pun berbeda pada tiap- tiap kelompoknya. Dilakukan pengukuran dimensi tubuh ataupun dengan penilaian subyektif, dikatakan baik, dan cocok digunakan karena baik sebagai bibit unggul untuk indukan. Sedangkan, jika sapi Bali tersebut memiliki jenis kelamin jantan maka ternak tersebut dapat di katakan kurus. Maka ternak tersebut tidak cocok digunakan sebagai pejantan.
B.     Pengukuran pada Sapi Bali
Pengukuran pada sapi Bali merupakan proses mengukur sifat sapi Bali yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan terntentu. Pengukuran sapi Bali sangat berhubungan dengan produksi.  Adapun pengukuran pada sapi Bali yang dijadikan pengamatan yaitu melakukan pengukuran terhadap panjang badan panjang badan, panjang kepala, panjang tanduk, lebar pinggul, lebar dada, lebar kepala, lingkar dada, tinggi pinggul, dan tinggi pundak.
            Dari hasil pengamatan kelompok kami, yaitu dengan pengamatan dengan menggunakan 12 ekor sapi Bali yang terdiri dari 7 ekor sapi Bali jantan dan 5 ekor sapi Bali betina. Dari hasil pengukuran 12 ekor sapi Bali tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sapi Bali yang diamati memiliki hasil pengukuran yang yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh nilai rata-rata pengukuran terhadap sapi Bali yaitu panjang badan 108,67 cm, panjang kepala 25,72 cm, panjang tanduk 17,08 cm, lebar pinggul 36,16 cm, lebar dada 31,5 cm, lebar kepala 18,63 cm, lingkar dada 144,08 cm, tinggi pinggul 108,75 cm, dan tinggi pundak 108,41 cm.                                                                                  Setelah melakukan pengamatan dan pengukuran ciri-ciri dan pengukuran sapi Bali dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap jenis hewan memiliki pengukuran sapi Balidan kualitatif yang berbeda. Dan atas dasar pengamatan yang diperoleh bahwa pengukuran sapi Balitidak berpengaruh pada seberapa kualitas produksi hewan ternak. Jadi untuk memilih ternak yang baik harus berdasakan ciri-ciri. Baru kemudian diikuti sifat kuantitatifnya.                                                                 Pertumbuhan tubuh ternak secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dan lain- lainnyal. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan nilai obyektf. Sedangkan pengukuran nilai skor yang dilakukan secara langsung dengan melihat bentuk tubuh, cirri khas dan keharmonisan tubuh digunakan untuk penilaian secara indeks skor kualitatif atau nilai skor subyektif. Jika ada data yang tidak didapat pada praktikum lapangan kali ini disebabkan sikap kurang tenang dari ternak tersebut sehingga kelompok tidak mendapatkan data karena tidak bias diukur.
           







V. PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.    Dari hasil pengamatan ciri-ciri sapi Bali, yaitu warna bulu terdiri dari warna hitam (1 ekor),  cokelat (4 ekor), dan merah bata (7 ekor). Semua sapi Bali yang diamati memiliki tanduk, 10 ekor bertanduk panjang dan 2 ekor bertanduk pendek, serta memiliki bulu halus lebih banyak yaitu 9 ekor sedangkan berbulu kasar hanya terdiri dari 3 ekor.
2.    Berdasarkan hasil pengukuran sapi Bali diperoleh nilai rata-rata pengukuran terhadap sapi Bali yaitu panjang badan 108,67 cm, panjang kepala 25,72 cm, panjang tanduk 17,08 cm, lebar pinggul 36,16 cm, lebar dada 31,5 cm, lebar kepala 18,63 cm, lingkar dada 144,08 cm, tinggi pinggul 108,75 cm, dan tinggi pundak 108,41 cm.                    
 B.  Saran
Saran yang dapat kami ajukan pada praktikum ini adalah sebaiknya waktu yang diperlukan dalam praktikum ini harus sedikit lebih lama, sehingga kami tidak terburu-terburu, utamanya pada saat melakukan pengukuran pada sapi Bali, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA

Djagra, I.B. 2009. Diktat Ilmu Tilik Sapi PotongFakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Hardjosubroto W., 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Jan R, 2000. Penampilan Sapi Bali di Wilayah Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali di Daerah Tingkat I Bali. Tesis PPS-UGM, Yogyakarta.
Kasip, L. M., 1990. Pengamatan Ciri-ciri dan Kuantitatif pada Sapi Bali di Pulau Lombok. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan Unram, Mataram.
Pane I, 1990. Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi bali di P3Bali. Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayna Denpasar, Bali.
Santosa. 2006. Seri Agribisnis Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penerbit Penebar Swadaya : Bogor.
Wello B dan Liwa M, 1991. Produktivitas Sapi Bali di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong di Indonesia, Bandar Lampung.