Pengembangan Usaha Sapi Potong Terpadu Dengan Tanaman Sayur Dan Perikanan Lele
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tingginya
permintaan masyakat terhadap daging sapi tidak sebanding dengan jumlah populasi
yang ada, sehingga harga meningkat dan daya beli msyarakat berkurang. Keadaan
tersebut menyebabkan sebagian masyarakat yang ekonominya menengah kebawah tidak
dapat mengkonsumsi daging sapi, maka perlu dilakukan penekanan terhadap harga
daging sapi. Penekanan harga daging sapi dapat dilakukan dengan mengimpor
daging sapi dari luar dan mengadakan program-program dalam negri yang dapat
meningkatkan produktifitas daging sapi. Sala satu program untuk meningkatkan
produktovias ternak sapi potong adalah dengan mengadakan sistem peternakan yang
terintegrasi sehingga selain dapat menghasilkan prodak peternakan dapat
menghasilkan prodak-prodak lain yang dapat menunjang kebutuhan rumah tangga.
Ternak sapi,
khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan
berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting bagi masyarakat.
Seekor atau sekelompok ternak dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan,
terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping ikutan lainnya seperti
pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Dimana pupuk dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sayuran.
Tanaman
hortikultura merupakan tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuahan vitamin dan mineral. Sayuran hijau bermanfaat sebagai
sumber vitamin dan mineral yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Dengan
bertambahnya penduduk, meningkatnya pendapatan dan pendidikan akan mempengaruhi
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi dan kesehatan. Sehingga
untuk meningkatkan produksi sayuran yan higinis atau organic dapat dilakukan
dengan pemberian pupuk organic yang diperoleh dari limbah usaha peternakan. Selain
itu limbah dan brangkasan dari sayuran
dari sayuran dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Perikanan lele
merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang belakangan ini sudah banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan
teknologi budidaya dan pemasaran yang relatif mudah dikuasai oleh masyarakat,
serta modal usaha yang dibutuhkan relatif kecil. Ikan lele adalah jenis ikan
air tawar yang dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik karena ikan lele dapat dibudidayakan di lahan yang
terbatas.
Di Indonesia terdapat wilayah-wilayah tertentu yang cocok
untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan usaha peternakan sapi potong secara
terpadu karena ketersediaan air yang cukup dan kondisi
geografis yang mendukung. Namun belakangan ini lahan menjadi sempit sering
bertambahnya jumlah penduduk sehingga lahan untuk usaha pertanian dan usaha
peternakan semakin sempit juga. Oleh sebab itu diperlukan usaha peternakan yang
terintegrasi antara usaha peternakan sapi potong, tanaman sayur dan
perikanan lele.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan malah dari
pembuatan makalah ini adalah bagaimana penciptaan lapangan kerja melalui
pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele.
C.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara penciptaan lapangan kerja
melalui pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan
perikanan lele.
Manfaat yang diharapakan dari pembuatan makalah ini
adalah dapat mengetahui cara penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan
usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele.
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Konsep
Sistem Pertanian Integrasi
Konsep integrasi
atau terpadu telah banyak digunakan sebagai pendekatan dalam membuat sistem
ataupun program baru yang diharapkan akan memajukan sektor pertanian. Integrasi
atau keterpaduan ini dianggap dapat meningkatkan efisiensi. Konsep integrasi
yang paling luas dan mencakup hampir seluruh elemen pertanian adalah sistem
agribisnis. Menurut Gumbira-Said (2002) sistem agribisnis merupakan sistem yang
terpadu, baik secara vertikal maupun horisontal (integrated farming).
Agribisnis terpadu merupakan suatu bentuk pengeloIaan sistem agribisnis yang
bertujuan untuk mengurangi risiko pasar, risiko produksi, dan risiko produk.
Integrasi yang terjadi adalah integrasi antara subsistem usaha pengadaan input
pertanian, subsistem usaha produksi pertanian atau usahatani (on-farm),
subsistem usaha pengolahan hasil pertanian (agroindustri), dan subsistem usaha
pemasaran.
Terdapat tiga
sistem yang dapat digunakan dalam membangun agribisnis terpadu, yaitu integrasi
vertikal, integrasi horisontal, serta gabungan keduanya. Menurut Saragih (2000)
integrasi vertikal adalah pengelolaan bisnis yang terintegrasi dari hulu ke
hilir dan berada pada satu komando keputusan manajemen untuk menghindari resiko
ekonomi. Melalui integrasi vertikal dapat dicapai efisiensi tertinggi, karena dapat
mencapai skala ekonomi (economic of scale) dan terhindar dari masalah marjin
ganda. Contoh dari integrasi vertikal adalah pada agribisnis ayam ras. Dimulai
dari pengadaan pakan dan obat-obatan yang sesuai. Penyediaan pakan yang sesuai
ini akan mungkin dilakukan bila industri pakan terintegrasi dengan kegiatan
produksi bahan baku pakan. Integrasi vertikal ditujukan untuk memberikan
jaminan pasar, pasokan, harga, efisiensi, dan kelangsungan sistem komoditas.
Menurut Gumbira-Said (2002) integrasi vertikal hanya bisa terselenggara bila
terdapat hubungan yang saling rnenguntungkan dan saling mendukung antar para
pelaku bisnis dalam suatu sistem komoditas. Misalnya, hubungan antara plasma
sebagai petani dan inti sebagai pembeli, pengolah, dan pemasar.
Integrasi
horisontal adalah pengelolaan usaha agribisnis dengan membangun keterpaduan
atas beberapa komoditas. Tujuan utama pembentukan integrasi horisontal adalah
meningkatkan efisiensi, mengatur jadwal tanam dan jenis komoditi sesuai dengan
permintaan, serta memenuhi volume dan mutu produk, memperkuat posisi tawar
produsen. Selain itu dapat membantu mengurangi risiko produksi dengan
pengiliran tanaman, mengurangi risiko harga dengan pengaturan jadwal tanam dan
jenis komoditi, serta mengatur jumlah pasokan (Gumbira-Said 2002).
Integrasi
campuran merupakan kombinasi antara vertikal dan horisontal. Contoh pelaksanaan integrasi campuran adalah
pada usaha minyak atsiri. Integrasi
horisontal terjadi pada usaha penanaman berbagai komoditas tanaman yang mengandung minyak atsiri. Usaha-usaha
tersebut juga terintegrasi secara vertikal
dengan produsen minyak atsiri, serta usaha pemasaran yang terlibat dalam sistem komoditas tersebut (Gumbira-Said
2002). Konsep integrasi digunakan pula
pada subsistem usahatani (on-farm). Konsep
usahatani yang terintegrasi merupakan alternatif pendekatan atau contoh
penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan. Konsep ini dinamakan Integrated
Farming System, bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
sistem usahatani terintegrasi atau sistem usahatani terpadu. Pengertian
usahatani integrasi menurut Suwandi (2005) adalah suatu kegiatan petani dalam
memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari satu komoditas pertanian, baik komponen usahatani
pangan, palawija, hortikultura, ternak, dan ikan selama setahun. Sedangkan
usahatani tidak terintegrasi hanya dengan satu komoditas selama setahun.
Salah satu
bentuk integrasi yang telah dilakukan di Indonesia adalah integrasi
tanaman-ternak (ITT) atau pola Crop-Livestock System (CLS) dan integrasi
tanaman-ternak-ikan (ITTI). Tanaman dapat berupa tanaman pangan atau tanaman
perkebunan yang kemudian diintegrasikan dengan ternak sapi, domba, kambing, dan
berbagai jenis ikan. Memadukan tanaman, ternak dan ikan pada sistem usahatani
kecil mempunyai kelebihan ditinjau dari ekologi dan ekonomi. Sistem ini secara
kondusif telah melaksanakan konservasi sumberdaya alam, karena mendorong
stabilitas habitat dan keanekaragaman kehidupan alami di lingkungan pertanian
dan sekitarnya. Sistem terpadu ini mengoptimumkan penggunaan sumberdaya yang
berasal dari usahatani itu sendiri maupun yang ada di sekitarnya, dan mendorong
konservasi habitat daripada merusaknya. Sistem ini bersifat produktif dan
menguntungkan karena melaksanakan daur ulang secara intensif. Limbah dari satu
kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara kegiatan yang lain. Selain itu
ikan merupakan sumber protein hewani untuk rumah tangga petani (Sutanto 2002).
Tjakrawiralaksana
(1983) menyebut usahatani integrasi sebagai usahatani terpadu. Usahatani
terpadu memiliki beberapa manfaat dilihat dari sudut petani dan keluarga.
Penyelenggaraan usahatani integrasi mempunyai keuntungan sebagai berikut:
1. Menyediakan
kebutuhan pangan dan gizi yang bervariasi bagi keluarga petani.
2. Memberikan
pendapatan yang tidak tergantung kepada musim. Pendapatan itu dapat diperoleh
secara bersinambung dari waktu ke waktu dengan jarak yang tidak begitu lama.
Selain itu usahatani tersebut dapat mengurangi resiko kegagalan hasil.
3. Mengefektifkan
tenaga kerja keluarga. Dengan usahatani integrasi pengangguran tak kentara
dapat dihindarkan dan produktivitas tenaga kerja keluarga dapat ditingkatkan.
4. Usahatani
integrasi juga dapat meningkatkan produktivitas penggunaan lahan dan modal, serta
menjaga kelestarian alam. Dengan usahatani integrasi kesuburan lahan akan dapat
dipertahankan, berkat tersedianya pupuk kandang yang dihasilkan hewan ternak.
B.
Integrasi
Peternkan, Tanaman Sayur dan Perikanan Lele di Kecamatan Konda
Kecamatan konda memiliki letak georafis yang cukup
strategis untuk dilakukan sistem integrasi ini, mengingat jumlah penduduk yang
semakin bertambah dan lahan yang semakin sempit. Tetapi walaupun dengan kondisi
lahan yang semakin sempit tetap bisa melakukan usaha peternakan, tanaman sayur
dan peternakan lele secara sekaligus dengan menggunakan sistem integrasi. Dalam
sistem integrasi ini akan terjadi keterkaitan antara satu komoditi dengan
komodoti lainnya yang menguntungkan dibandingkan dengan sistenm lain.
Berikut adalah ilustrasi integrasi antara
peternakan, tanaman sayur dan peternakan lele pada sebidang lahan di Kecamatan
Konda :
Berikut adalah ilustrasi keterkaitan
antara ketiga komoditi hubungannya dengan pasar dan konsumsi rumah tangga :
1.
Peternakan
Sapi Potong
Ternak sapi,
khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan
berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting bagi masyarakat.
Seekor atau sekelompok ternak dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan,
terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping ikutan lainnya seperti
pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya.
Pemeliharaan
sapi potong pada sistem peternakan terpadu dilakukan secara intensif yaitu dengan cara ternak dikandangkan agar ternak dapat dikontrol dengan baik.
Pemberian pakan pada sapi dalam sistem peternaka terpadu dapat dilakukan dengan
memberikan hijauan makanan ternak secara lansung. Hijauan pakan ternan ini
dapat dihasilkan dari penanaman hijauan makanan ternak dari pematang-pematang
tanaman sayuran. Selain itu ternak juga dapat diberikan limbah sayuran dan
brangkasan sayuran.
Hasil utama dari
komoditas peternakan ini adalah daging. Dimana daging sapi dapat lansung dijual
dipasar jika suda memenhi standar. Hasil daging sapi ini jarang sekali
dikonsumsi oleh peternak karena mengingat harganya yang mahal dan banyaknya
kebutuhan yang terpenuhi.
Hasil ikutan
dari komoditi peternaka adalah limbah peternakan berupa feses. Pada sistem
integrasi, pemanfaatan limbah peternakan berupa kotoran ternak (manure) diolah
menjadi pupuk organik untuk tanaman baik tanaman hortikultura maupun tanaman
hijauan makanan ternak. Pupuk organik merupakan salah satu alternatif yang
sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk, serta
mereduksi penggunaan input pupuk kimia sebagai praktek pertanian berkelanjutan
rendah input eksternal (low external input sustainable agriculture). Pada
proses lebih lanjut kotoran ternak ini dibuat biogas sebagai substitusi bahan
bakar yang makin mahal akibat pencabutan subsidi BBM, serta mereduksi efek gas
rumah kaca (GRK). Keseluruhan proses dalam integrasi ternak dan tanaman
bermuara pada peningkatan pendapatan petani peternak. FAO (2010) menegaskan
untuk mempertahankan kualitas sumberdaya lingkungan pertanian peternakan
sebagai bagian dari pengembangan pertanian peternakan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan (environtmental friendly and sustainable development).
Penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan
oleh petani apabila digunakan terus menerus dapat menyebabkan dampak negativ
terhadap lingkungan,antara lain tanah menjadi padat akibat efek rekat (glueing
effect) terutama pada pupuk ammonium, bereaksi masam dan bila tercuci samapai
ke air tanah bila air dikomsumsi dapat menimbulkan penyakit. Oleh karena itu penggnaan pupuk organik perlu
ditingkatkan ketersediaannya untuk keseimbangan hara tanah, walaupun persentase
kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relativ lebih tinggi dibanding pupuk
organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk anorganik
(Novizan, 2002). Kotoran ternak sapi
merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman hortikultura dan tidak memerlukan
biaya besar untuk di gunakan. Kotoran sapi dapat mengurangi biaya pengadaan
pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi di samping menjaga
kelestarian bahan organik, sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
2.
Tanaman
Sayuran
Sayuran
merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas
dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral
yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi
sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya tercatat 44
kg/kapita/tahun. Budidaya tanaman adalah
manajemen dalam memadukan teknologi dan
kemampuan petani dalam memanfaatkan sumber daya, termasuk unsur hara yang
diperlukan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan produk dengan efisien dan
menguntungkan (Suwandi, 2009).
Upaya yang dapat
dilakukan agar hasil tanaman sayuran dapat meningkat dan kualitasnya menjadi
lebih baik, selain penggunaan varietas unggul, pengendalian hama dan penyakit,
pengaturan jarak tanam yang tepat, ketepatan waktu panen dan penggunaan pupuk
yang tepat juga merupakan factor yang perlu diperhatikan , baik jenis
pupuk,takaran ,cara dan bahan bakunya yaitu pupuk organic dan anorganik.
Penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan oleh petani apabila
digunakan terus menerus dapat menyebabkan dampak negativ terhadap
lingkungan,antara lain tanah menjadi padat akibat efek rekat (glueing effect)
terutama pada pupuk ammonium, bereaksi masam dan bila tercuci samapai ke air
tanah bila air dikomsumsi dapat menimbulkan penyakit. Oleh karena itu penggnaan pupuk organik perlu
ditingkatkan ketersediaannya untuk keseimbangan hara tanah, walaupun persentase
kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relativ lebih tinggi dibanding pupuk
organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk anorganik.
3. Peternakan Lele
Ikan lele (Clarias sp.) termasuk salah satu dari
keenam komoditas lainnya yaitu rumput laut, patin, bandeng, nila, dan kerapu
yang akan dipacu pengembangan budidayanya
dengan tujuan meningkatkan produksi budidaya pada beberapa tahun kedepan
(Madinawati, 2011). Hal tersebut akan
disertai dengan meningkatnya kebutuhan pakan pada budidayakan. Peningkatan kebutuhan pakan juga berlaku pada
usaha pembenihan ikan. Pakan yang
memenuhi kebutuhan gizi ikan dapat meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele
dumbo hingga mencapai ukuran benih siap jual.
Beberapa pakan yang cocok bagi larvalele yaitu zooplankton, kutu air,
moina, rotifera, Tubifex, jentik nyamuk dan pellet butiran berupa bubur tepung
ikan, tepung udang, dan kuning telur (Soetomo, 2000).
Dalam
peneliharaan ikan, pakan atau makanan untuk ikan budidaya berasal dari dalam
perairan dan dari pembudidaya. Pemberian
pakan tidak hanya untuk menjaga agar ikan tetap hidup, tetapi juga untuk
menjaga agar ikan tetap sehat dan memacu pertumbuhan ikan. Pemberian pakan, khususnya pakan buatan
seperti pelet, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ditebar langsung dengan
tangan atau menggunakan alat bantu seperti ember atau kaleng yang bagian
bawahnya berbentuk kerucut dan berfungsi sebagai alat pemberi pakan semi
otomatis. Waktu atau saat pemberian pakan lele bisa dilakukan pada pagi, siang,
sore, atau malam hari, hanya biasanya frekuensinya yang berbeda. Saat pemberian pakan yang teratur dimaksudkan
untuk mendisiplinkan waktu makan ikan.
Sehingga dengan membiasakan pemberian pakan pada waktu yang tepat dan
teratur, nafsu makan ikan bisa diketahui.
Tentunya pakan lebih efisien karena pakan yang diberikan langsung di
lahap habis.
Hasil utama yang
akan didapatkan pada perikanan lele dalam sistem peternakan terintegrasi ini
adalah daging ikan lele yang dapat dijual dipasaran. Selain itu dapat dijadikan
sebagai konsumsi rumah tangga. selain itu limbah air kolam yang berasal dari
hasil metabolisme ikan dan sisa pakan yang terlarut, dimana limbah ini
mengandung zat pencemar yang bersifat toksik bagi ikan. Namun air yang berasal
dari limbah lele ini masih bisa digunakan untuk proses pembudidayaan sayuran.
Sehingga dengan sistem pernakan terntegrasi ini dapat menghemat pengeluaran
konsumsi rumah tangga. selain itu pada sistem ini dapat dilakukan pada
lahan-lahan yang terbatas.
C. Analisis Usaha
Analisis aspek
finansial dikaji secara kuantitatif. Analisis finansial usaha ini dilakukan
setelah pengembangan usaha yang dilakukan yakni menambah satu kandang baru.
Dari analisis aspek finansial akan dikaji analisis biaya dan manfaat, laba rugi
serta kriteria investasinya. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk mengid\entifikasi
berbagai biaya yang dikeluarkan serta manfaat yang akan diterima selama usaha
dijalankan. Hasil analisis tersebut akan diolah dan dapat menghasilkan analisis
laba rugi. Pada analisis laba rugi tersebut akan menghasilkan komponen pajak
yang digunakan untuk menyusun cashflow. Pajak merupakan komponen pengurang
dalam cashflow. Dasar perhitungan kriteria investasi diperoleh dari hasil
cashflow.
Kriteria
investasi yang digunakan, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periodi (PP).
Kriteria investasi akan menunjukkan layak atau tidak layak usaha untuk
dijalankan dari aspek finansial. Selain itu, dilakukan analisis switching value
dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha jika terjadi
perubahan pada arus tunai.
1.
Biaya investasi
Biaya investasi merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk memulai usaha ini. Biaya investasi dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Biaya investasi
No |
Kriteria investasi |
Satuan |
Harga/satuan(Rp) |
Jumlah |
Total harga (Rp) |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 |
Lahan
Perizinan
usaha Kandang
Kolam
ikan 3x5 m Gudang
Instalasi
listrik Instalasi
air Garpu
rumput Skop
Timbangan
Ember
Pacul |
m² unit
unit unit unit unit unit unit unit unit unit |
100.000 500.000 10.000.000 1.000.000 10.000.000 1.500.000 2.500.000 20.000 50.000 500.000 30.000 50.000 |
400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 |
40.000.000 500.000 10.000.000 1.000.000 10.000.000 1.500.000 2.500.000 20.000 50.000 500.000 30.000 50.000 |
Total |
26.250.000 |
|
66.150.000 |
Asumsi-asumsi
yang digunakan dalam usaha ini adalah sebagai berikut
1. Usaha
dibidang peternakan adalah usaha penggemukan dengan lama penggemukan selama 4 bulan, sebanyak 10 ekor
yang dipelihara secara intensif, dan pakan yang diberikan selain dari limbah
sayuran ada juga di hijauan makanan ternak yang dibeli.
2. Jenis
sayuran yang akan ditanam adalah kangkung cabut dan bayam cabut yang lama
produksinya selama 25 hari
3. Jenis
usaha ikan yang akan digunakan dalam usaha ini adaha ikan lele dengan lama
produksi 4 bulan.
4. Jumlah
tenaga kerja 2 orang, dengan jumlah kariawan sebanyak satu orang dengan gaji
Rp. 1.500.000/ bulan.
2.
Biaya
Operasional
Biaya
operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan. Biaya
operasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Tabel 2. Biaya Tetap
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
Satuan |
Biaya
1 kali periode usaha (4 bulan) |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 |
Gaji - ketua
- kariawan
rekening - listrik
- telepon
air
karung
bekas pemeliharaan
biaya
penusutan biaya
sertifikasi PBB |
1 1 100 |
Orang Orang Buah |
6.000.000 6.000.000 150.000 150.000 200.000 500.000 2.400.000 10.000.000 1.000.000 50.000 |
Total
biaya tetap |
26.450.000 |
Tabel 3. Biaya Variabel dalam satu
periode usaha (4 bulan)
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
Satuan |
Biaya
1 kali periode usaha (4 bulan) |
1. 2. 3. |
Usaha ternak sapi - bibit - rumput
- kosentrat - obat
obatan Ikan
lele - Bibit - Pakan
Sayuran
- Benih
bayam - Benih
kangkung - Pupuk
organic - Pestisida
|
10 3.000 1000 1 500 500 2 2 100 |
Ekor Kg Kg Paket Ekor Kg Kg Kg kg |
40.000.000 20.000.000 5.000.000 1.000.000 100.000 5.000.000 140.000 200.000 500.000 100.000 |
Total
biaya variable |
72.040.000 |
4.
Penerimaan
Tabel 4. Penjualan dalam satu periode usaha (4 bulan)
No
|
Uraian
|
Harga
per ekor/kg |
Jumlah
|
Satuan |
Penjualan 1 kali periode usaha (4 bulan) |
1. 2. 3. |
Usaha ternak sapi - Sapi - Pupuk Ikan
lele Sayuran
- bayam
- kangkung
|
9.000.000 5.000 20.000 10.000 10.000 |
10 2.000 900 100 100 |
Ekor Kg Kg kg kg |
90.000.000 10.000.000 18.000.000 1.000.000 1.000.000 |
Total
penerimaan |
120.000.000. |
5.
Keuntungan/pendapatan
Nilai keuntungan
atau pendapatan dapat dihitung dengan mengurangkan antara total penerimaan
dengan total baiaya
Pendapatan = total penerimaan –
(biaya tetap + biaya produksi)
Pendapatan = 120.000.000 –
(26.450.000+72.040.000) = Rp. 21.510.000
BAB III. KESIMPULAN DAN
SARA N
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasi
pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengembangan usaha sapi potong
terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele dapat menciptakan lapangan
kerja yang baik dan efisien didaerah daerah
tertentu di indonesia.
B.
Saran
Adapun saran saya sebagai pembuat
makalah ini adalah perlu dilakukan sosialisasi kepada peternak/petani tentang
usaha sapi potong terintegrasi yang lebih menguntungkan.
Daftar Pustaka
FAO. 2001. World Markets for Organic Fruit and Vegetables: Opportunity for
Developing Countries in the Production and Export of Organic Horticultural
Products. RomeKordi, M.G. 2012. Kiat
Sukses Pembesaran Lele Unggul. Yogyakarta. Lily Publisher.
Madinawati, N., Serdiati, Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Jurnal Budidaya Perairan
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius
Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan Inovasi Budidaya
Sayuran Berkelanjutan. Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Pengembangan
Teknilogi Pertanian. 2(2):131-147.