Minggu, 22 November 2020

Pengembangan Usaha Sapi Potong Terpadu Dengan Tanaman Sayur Dan Perikanan Lele

 Pengembangan Usaha Sapi Potong Terpadu Dengan Tanaman Sayur Dan Perikanan Lele

BAB I. PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Tingginya permintaan masyakat terhadap daging sapi tidak sebanding dengan jumlah populasi yang ada, sehingga harga meningkat dan daya beli msyarakat berkurang. Keadaan tersebut menyebabkan sebagian masyarakat yang ekonominya menengah kebawah tidak dapat mengkonsumsi daging sapi, maka perlu dilakukan penekanan terhadap harga daging sapi. Penekanan harga daging sapi dapat dilakukan dengan mengimpor daging sapi dari luar dan mengadakan program-program dalam negri yang dapat meningkatkan produktifitas daging sapi. Sala satu program untuk meningkatkan produktovias ternak sapi potong adalah dengan mengadakan sistem peternakan yang terintegrasi sehingga selain dapat menghasilkan prodak peternakan dapat menghasilkan prodak-prodak lain yang dapat menunjang kebutuhan rumah tangga.

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting bagi masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Dimana pupuk dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sayuran.

Tanaman hortikultura merupakan tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuahan vitamin dan mineral. Sayuran hijau bermanfaat sebagai sumber vitamin dan mineral yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Dengan bertambahnya penduduk, meningkatnya pendapatan dan pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi dan kesehatan. Sehingga untuk meningkatkan produksi sayuran yan higinis atau organic dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organic yang diperoleh dari limbah usaha peternakan. Selain itu limbah dan brangkasan dari sayuran  dari sayuran dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Perikanan lele merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang belakangan ini sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya dan pemasaran yang relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, serta modal usaha yang dibutuhkan relatif kecil. Ikan lele adalah jenis ikan air tawar  yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena ikan lele dapat dibudidayakan di lahan yang terbatas.

Di Indonesia terdapat wilayah-wilayah tertentu yang cocok untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan usaha peternakan sapi potong secara terpadu  karena ketersediaan air yang cukup dan kondisi geografis yang mendukung. Namun belakangan ini lahan menjadi sempit sering bertambahnya jumlah penduduk sehingga lahan untuk usaha pertanian dan usaha peternakan semakin sempit juga. Oleh sebab itu diperlukan usaha peternakan yang terintegrasi antara usaha peternakan sapi potong, tanaman sayur dan perikanan  lele.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan malah dari pembuatan makalah ini adalah bagaimana penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele.

 

 

C.    Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele.

Manfaat yang diharapakan dari pembuatan makalah ini adalah dapat mengetahui cara penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele.


 

BAB II. PEMBAHASAN

A.    Konsep Sistem Pertanian Integrasi

Konsep integrasi atau terpadu telah banyak digunakan sebagai pendekatan dalam membuat sistem ataupun program baru yang diharapkan akan memajukan sektor pertanian. Integrasi atau keterpaduan ini dianggap dapat meningkatkan efisiensi. Konsep integrasi yang paling luas dan mencakup hampir seluruh elemen pertanian adalah sistem agribisnis. Menurut Gumbira-Said (2002) sistem agribisnis merupakan sistem yang terpadu, baik secara vertikal maupun horisontal (integrated farming). Agribisnis terpadu merupakan suatu bentuk pengeloIaan sistem agribisnis yang bertujuan untuk mengurangi risiko pasar, risiko produksi, dan risiko produk. Integrasi yang terjadi adalah integrasi antara subsistem usaha pengadaan input pertanian, subsistem usaha produksi pertanian atau usahatani (on-farm), subsistem usaha pengolahan hasil pertanian (agroindustri), dan subsistem usaha pemasaran.

Terdapat tiga sistem yang dapat digunakan dalam membangun agribisnis terpadu, yaitu integrasi vertikal, integrasi horisontal, serta gabungan keduanya. Menurut Saragih (2000) integrasi vertikal adalah pengelolaan bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir dan berada pada satu komando keputusan manajemen untuk menghindari resiko ekonomi. Melalui integrasi vertikal dapat dicapai efisiensi tertinggi, karena dapat mencapai skala ekonomi (economic of scale) dan terhindar dari masalah marjin ganda. Contoh dari integrasi vertikal adalah pada agribisnis ayam ras. Dimulai dari pengadaan pakan dan obat-obatan yang sesuai. Penyediaan pakan yang sesuai ini akan mungkin dilakukan bila industri pakan terintegrasi dengan kegiatan produksi bahan baku pakan. Integrasi vertikal ditujukan untuk memberikan jaminan pasar, pasokan, harga, efisiensi, dan kelangsungan sistem komoditas. Menurut Gumbira-Said (2002) integrasi vertikal hanya bisa terselenggara bila terdapat hubungan yang saling rnenguntungkan dan saling mendukung antar para pelaku bisnis dalam suatu sistem komoditas. Misalnya, hubungan antara plasma sebagai petani dan inti sebagai pembeli, pengolah, dan pemasar.

Integrasi horisontal adalah pengelolaan usaha agribisnis dengan membangun keterpaduan atas beberapa komoditas. Tujuan utama pembentukan integrasi horisontal adalah meningkatkan efisiensi, mengatur jadwal tanam dan jenis komoditi sesuai dengan permintaan, serta memenuhi volume dan mutu produk, memperkuat posisi tawar produsen. Selain itu dapat membantu mengurangi risiko produksi dengan pengiliran tanaman, mengurangi risiko harga dengan pengaturan jadwal tanam dan jenis komoditi, serta mengatur jumlah pasokan (Gumbira-Said 2002). 

Integrasi campuran merupakan kombinasi antara vertikal dan horisontal.  Contoh pelaksanaan integrasi campuran adalah pada usaha minyak atsiri.  Integrasi horisontal terjadi pada usaha penanaman berbagai komoditas tanaman  yang mengandung minyak atsiri. Usaha-usaha tersebut juga terintegrasi secara  vertikal dengan produsen minyak atsiri, serta usaha pemasaran yang terlibat  dalam sistem komoditas tersebut (Gumbira-Said 2002).  Konsep integrasi digunakan pula pada subsistem usahatani (on-farm).  Konsep usahatani yang terintegrasi merupakan alternatif pendekatan atau contoh penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan. Konsep ini dinamakan Integrated Farming System, bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sistem usahatani terintegrasi atau sistem usahatani terpadu. Pengertian usahatani integrasi menurut Suwandi (2005) adalah suatu kegiatan petani dalam memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari satu  komoditas pertanian, baik komponen usahatani pangan, palawija, hortikultura, ternak, dan ikan selama setahun. Sedangkan usahatani tidak terintegrasi hanya dengan satu komoditas selama setahun.

Salah satu bentuk integrasi yang telah dilakukan di Indonesia adalah integrasi tanaman-ternak (ITT) atau pola Crop-Livestock System (CLS) dan integrasi tanaman-ternak-ikan (ITTI). Tanaman dapat berupa tanaman pangan atau tanaman perkebunan yang kemudian diintegrasikan dengan ternak sapi, domba, kambing, dan berbagai jenis ikan. Memadukan tanaman, ternak dan ikan pada sistem usahatani kecil mempunyai kelebihan ditinjau dari ekologi dan ekonomi. Sistem ini secara kondusif telah melaksanakan konservasi sumberdaya alam, karena mendorong stabilitas habitat dan keanekaragaman kehidupan alami di lingkungan pertanian dan sekitarnya. Sistem terpadu ini mengoptimumkan penggunaan sumberdaya yang berasal dari usahatani itu sendiri maupun yang ada di sekitarnya, dan mendorong konservasi habitat daripada merusaknya. Sistem ini bersifat produktif dan menguntungkan karena melaksanakan daur ulang secara intensif. Limbah dari satu kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara kegiatan yang lain. Selain itu ikan merupakan sumber protein hewani untuk rumah tangga petani (Sutanto 2002).

Tjakrawiralaksana (1983) menyebut usahatani integrasi sebagai usahatani terpadu. Usahatani terpadu memiliki beberapa manfaat dilihat dari sudut petani dan keluarga. Penyelenggaraan usahatani integrasi mempunyai keuntungan sebagai berikut:

1.      Menyediakan kebutuhan pangan dan gizi yang bervariasi bagi keluarga petani.

2.      Memberikan pendapatan yang tidak tergantung kepada musim. Pendapatan itu dapat diperoleh secara bersinambung dari waktu ke waktu dengan jarak yang tidak begitu lama. Selain itu usahatani tersebut dapat mengurangi resiko kegagalan hasil.

3.      Mengefektifkan tenaga kerja keluarga. Dengan usahatani integrasi pengangguran tak kentara dapat dihindarkan dan produktivitas tenaga kerja keluarga dapat ditingkatkan.

4.      Usahatani integrasi juga dapat meningkatkan produktivitas penggunaan lahan dan modal, serta menjaga kelestarian alam. Dengan usahatani integrasi kesuburan lahan akan dapat dipertahankan, berkat tersedianya pupuk kandang yang dihasilkan hewan ternak.

B.     Integrasi Peternkan, Tanaman Sayur dan Perikanan Lele di Kecamatan Konda

Kecamatan konda memiliki letak georafis yang cukup strategis untuk dilakukan sistem integrasi ini, mengingat jumlah penduduk yang semakin bertambah dan lahan yang semakin sempit. Tetapi walaupun dengan kondisi lahan yang semakin sempit tetap bisa melakukan usaha peternakan, tanaman sayur dan peternakan lele secara sekaligus dengan menggunakan sistem integrasi. Dalam sistem integrasi ini akan terjadi keterkaitan antara satu komoditi dengan komodoti lainnya yang menguntungkan dibandingkan dengan sistenm lain.

Berikut adalah ilustrasi integrasi antara peternakan, tanaman sayur dan peternakan lele pada sebidang lahan di Kecamatan Konda :



          Berikut adalah ilustrasi keterkaitan antara ketiga komoditi hubungannya dengan pasar dan konsumsi rumah tangga :

 


1.      Peternakan Sapi Potong

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting bagi masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya.

Pemeliharaan sapi potong pada sistem peternakan terpadu dilakukan secara intensif  yaitu dengan cara ternak dikandangkan  agar ternak dapat dikontrol dengan baik. Pemberian pakan pada sapi dalam sistem peternaka terpadu dapat dilakukan dengan memberikan hijauan makanan ternak secara lansung. Hijauan pakan ternan ini dapat dihasilkan dari penanaman hijauan makanan ternak dari pematang-pematang tanaman sayuran. Selain itu ternak juga dapat diberikan limbah sayuran dan brangkasan sayuran.

Hasil utama dari komoditas peternakan ini adalah daging. Dimana daging sapi dapat lansung dijual dipasar jika suda memenhi standar. Hasil daging sapi ini jarang sekali dikonsumsi oleh peternak karena mengingat harganya yang mahal dan banyaknya kebutuhan yang terpenuhi.

Hasil ikutan dari komoditi peternaka adalah limbah peternakan berupa feses. Pada sistem integrasi, pemanfaatan limbah peternakan berupa kotoran ternak (manure) diolah menjadi pupuk organik untuk tanaman baik tanaman hortikultura maupun tanaman hijauan makanan ternak. Pupuk organik merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk, serta mereduksi penggunaan input pupuk kimia sebagai praktek pertanian berkelanjutan rendah input eksternal (low external input sustainable agriculture). Pada proses lebih lanjut kotoran ternak ini dibuat biogas sebagai substitusi bahan bakar yang makin mahal akibat pencabutan subsidi BBM, serta mereduksi efek gas rumah kaca (GRK). Keseluruhan proses dalam integrasi ternak dan tanaman bermuara pada peningkatan pendapatan petani peternak. FAO (2010) menegaskan untuk mempertahankan kualitas sumberdaya lingkungan pertanian peternakan sebagai bagian dari pengembangan pertanian peternakan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (environtmental friendly and sustainable development).

Penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan oleh petani apabila digunakan terus menerus dapat menyebabkan dampak negativ terhadap lingkungan,antara lain tanah menjadi padat akibat efek rekat (glueing effect) terutama pada pupuk ammonium, bereaksi masam dan bila tercuci samapai ke air tanah bila air dikomsumsi dapat menimbulkan penyakit.  Oleh karena itu penggnaan pupuk organik perlu ditingkatkan ketersediaannya untuk keseimbangan hara tanah, walaupun persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relativ lebih tinggi dibanding pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk anorganik (Novizan, 2002).  Kotoran ternak sapi merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman hortikultura dan tidak memerlukan biaya besar untuk di gunakan. Kotoran sapi dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi biaya produksi di samping menjaga kelestarian bahan organik, sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

2.      Tanaman Sayuran

Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional.  Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi.  Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun.  Budidaya tanaman adalah manajemen dalam  memadukan teknologi dan kemampuan petani dalam memanfaatkan sumber daya, termasuk unsur hara yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan produk dengan efisien dan menguntungkan (Suwandi, 2009).

Upaya yang dapat dilakukan agar hasil tanaman sayuran dapat meningkat dan kualitasnya menjadi lebih baik, selain penggunaan varietas unggul, pengendalian hama dan penyakit, pengaturan jarak tanam yang tepat, ketepatan waktu panen dan penggunaan pupuk yang tepat juga merupakan factor yang perlu diperhatikan , baik jenis pupuk,takaran ,cara dan bahan bakunya yaitu pupuk organic dan anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan oleh petani apabila digunakan terus menerus dapat menyebabkan dampak negativ terhadap lingkungan,antara lain tanah menjadi padat akibat efek rekat (glueing effect) terutama pada pupuk ammonium, bereaksi masam dan bila tercuci samapai ke air tanah bila air dikomsumsi dapat menimbulkan penyakit.  Oleh karena itu penggnaan pupuk organik perlu ditingkatkan ketersediaannya untuk keseimbangan hara tanah, walaupun persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relativ lebih tinggi dibanding pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk anorganik.

3.      Peternakan Lele

Ikan lele (Clarias sp.) termasuk salah satu dari keenam komoditas lainnya yaitu rumput laut, patin, bandeng, nila, dan kerapu yang akan dipacu pengembangan  budidayanya dengan tujuan meningkatkan produksi budidaya pada beberapa tahun kedepan (Madinawati, 2011).  Hal tersebut akan disertai dengan meningkatnya kebutuhan pakan pada budidayakan.  Peningkatan kebutuhan pakan juga berlaku pada usaha pembenihan ikan.  Pakan yang memenuhi kebutuhan gizi ikan dapat meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele dumbo hingga mencapai ukuran benih siap jual.  Beberapa pakan yang cocok bagi larvalele yaitu zooplankton, kutu air, moina, rotifera, Tubifex, jentik nyamuk dan pellet butiran berupa bubur tepung ikan, tepung udang, dan kuning telur (Soetomo, 2000).

Dalam peneliharaan ikan, pakan atau makanan untuk ikan budidaya berasal dari dalam perairan dan dari pembudidaya.  Pemberian pakan tidak hanya untuk menjaga agar ikan tetap hidup, tetapi juga untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan memacu pertumbuhan ikan.  Pemberian pakan, khususnya pakan buatan seperti pelet, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ditebar langsung dengan tangan atau menggunakan alat bantu seperti ember atau kaleng yang bagian bawahnya berbentuk kerucut dan berfungsi sebagai alat pemberi pakan semi otomatis. Waktu atau saat pemberian pakan lele bisa dilakukan pada pagi, siang, sore, atau malam hari, hanya biasanya frekuensinya yang berbeda.  Saat pemberian pakan yang teratur dimaksudkan untuk mendisiplinkan waktu makan ikan.  Sehingga dengan membiasakan pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur, nafsu makan ikan bisa diketahui.  Tentunya pakan lebih efisien karena pakan yang diberikan langsung di lahap habis.

Hasil utama yang akan didapatkan pada perikanan lele dalam sistem peternakan terintegrasi ini adalah daging ikan lele yang dapat dijual dipasaran. Selain itu dapat dijadikan sebagai konsumsi rumah tangga. selain itu limbah air kolam yang berasal dari hasil metabolisme ikan dan sisa pakan yang terlarut, dimana limbah ini mengandung zat pencemar yang bersifat toksik bagi ikan. Namun air yang berasal dari limbah lele ini masih bisa digunakan untuk proses pembudidayaan sayuran. Sehingga dengan sistem pernakan terntegrasi ini dapat menghemat pengeluaran konsumsi rumah tangga. selain itu pada sistem ini dapat dilakukan pada lahan-lahan yang terbatas.

C.    Analisis Usaha

Analisis aspek finansial dikaji secara kuantitatif. Analisis finansial usaha ini dilakukan setelah pengembangan usaha yang dilakukan yakni menambah satu kandang baru. Dari analisis aspek finansial akan dikaji analisis biaya dan manfaat, laba rugi serta kriteria investasinya. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk mengid\entifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta manfaat yang akan diterima selama usaha dijalankan. Hasil analisis tersebut akan diolah dan dapat menghasilkan analisis laba rugi. Pada analisis laba rugi tersebut akan menghasilkan komponen pajak yang digunakan untuk menyusun cashflow. Pajak merupakan komponen pengurang dalam cashflow. Dasar perhitungan kriteria investasi diperoleh dari hasil cashflow.

Kriteria investasi yang digunakan, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periodi (PP). Kriteria investasi akan menunjukkan layak atau tidak layak usaha untuk dijalankan dari aspek finansial. Selain itu, dilakukan analisis switching value dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha jika terjadi perubahan pada arus tunai.

1.       Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha ini. Biaya investasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Biaya investasi

No

Kriteria investasi

Satuan

Harga/satuan(Rp)

Jumlah

Total harga (Rp)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Lahan

Perizinan usaha

Kandang

Kolam ikan 3x5 m

Gudang

Instalasi listrik

Instalasi air

Garpu rumput

Skop

Timbangan

Ember

Pacul

 

unit

unit

unit

unit

unit

unit

unit

unit

unit

unit

100.000

500.000

10.000.000

1.000.000

10.000.000

1.500.000

2.500.000

20.000

50.000

500.000

30.000

50.000

400

 

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

40.000.000

500.000

10.000.000

1.000.000

10.000.000

1.500.000

2.500.000

20.000

50.000

500.000

30.000

50.000

Total

26.250.000

 

66.150.000

 

            Asumsi-asumsi yang digunakan dalam usaha ini adalah sebagai berikut

1.      Usaha dibidang peternakan adalah usaha penggemukan dengan lama  penggemukan selama 4 bulan, sebanyak 10 ekor yang dipelihara secara intensif, dan pakan yang diberikan selain dari limbah sayuran ada juga di hijauan makanan ternak yang dibeli.

2.      Jenis sayuran yang akan ditanam adalah kangkung cabut dan bayam cabut yang lama produksinya selama 25 hari 

3.      Jenis usaha ikan yang akan digunakan dalam usaha ini adaha ikan lele dengan lama produksi 4 bulan.

4.      Jumlah tenaga kerja 2 orang, dengan jumlah kariawan sebanyak satu orang dengan gaji Rp. 1.500.000/ bulan.

2.      Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan. Biaya operasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

Tabel 2. Biaya Tetap

No

Uraian

Jumlah

Satuan

Biaya 1 kali periode usaha (4 bulan)

1.

 

 

2.

 

 

3.

4.

5.

6.

7

8

Gaji

-    ketua

-    kariawan

rekening 

-    listrik

-    telepon

air

karung bekas

pemeliharaan

biaya penusutan

biaya sertifikasi

PBB

 

1

1

 

 

 

 

100

 

Orang

Orang

 

 

 

 

Buah

 

6.000.000

6.000.000

 

150.000

150.000

200.000

500.000

2.400.000

10.000.000

1.000.000

50.000

Total biaya tetap

26.450.000

 

Tabel 3. Biaya Variabel dalam satu periode usaha (4 bulan)

No

Uraian

Jumlah

Satuan

Biaya 1 kali periode usaha (4 bulan)

1.

 

 

 

 

2.

 

 

3.        

Usaha ternak sapi

-    bibit

-    rumput

-    kosentrat

-    obat obatan

Ikan lele

-    Bibit

-    Pakan

Sayuran

-    Benih bayam

-    Benih kangkung

-    Pupuk organic

-    Pestisida

 

10

3.000

1000

1

 

500

500

 

2

2

100

 

Ekor

Kg

Kg

Paket

 

Ekor

Kg

 

Kg

Kg

kg

 

40.000.000

20.000.000

5.000.000

1.000.000

 

100.000

5.000.000

 

140.000

200.000

500.000

100.000

Total biaya variable

72.040.000

 

4.      Penerimaan

 

Tabel 4. Penjualan  dalam satu periode usaha (4 bulan)

No

Uraian

Harga per ekor/kg

Jumlah

Satuan

Penjualan  1 kali periode usaha (4 bulan)

1.

 

 

2.

3.

Usaha ternak sapi

-    Sapi

-    Pupuk 

Ikan lele

Sayuran

-    bayam

-    kangkung

 

9.000.000

5.000

20.000

 

10.000

10.000

 

 

10

2.000

900

 

100

100

 

Ekor

Kg

Kg

 

kg

kg

 

90.000.000

10.000.000

18.000.000

 

1.000.000

1.000.000

Total penerimaan

120.000.000.

 

5.      Keuntungan/pendapatan

 

Nilai keuntungan atau pendapatan dapat dihitung dengan mengurangkan antara total penerimaan dengan total baiaya

Pendapatan = total penerimaan – (biaya tetap + biaya produksi)

Pendapatan = 120.000.000 – (26.450.000+72.040.000) =  Rp. 21.510.000

BAB III. KESIMPULAN DAN SARA N

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasi pembahasan dapat disimpulkan bahwa  dengan adanya pengembangan usaha sapi potong terpadu dengan tanaman sayur dan perikanan lele dapat menciptakan lapangan kerja yang baik dan efisien didaerah daerah tertentu di indonesia.

B.      Saran

Adapun saran saya sebagai pembuat makalah ini adalah perlu dilakukan sosialisasi kepada peternak/petani tentang usaha sapi potong terintegrasi yang lebih menguntungkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

FAO. 2001. World Markets for Organic Fruit and Vegetables: Opportunity for Developing Countries in the Production and Export of Organic Horticultural Products. RomeKordi, M.G. 2012. Kiat Sukses Pembesaran Lele Unggul. Yogyakarta. Lily Publisher.

Madinawati, N., Serdiati, Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda  Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Jurnal Budidaya Perairan Jurusan Peternakan  Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.

Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius

Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan Inovasi Budidaya Sayuran Berkelanjutan. Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Pengembangan Teknilogi Pertanian. 2(2):131-147.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar