Senin, 28 Desember 2015

ternak potong



KATA PENGANTAR
                              
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Praktikum  Manajemen Ternak Potong Kondisi Lingkungan Di Rph Kelurahan Anggoeya Kota Kendar. Salawat dan salam tidak lupa kami kirimkan kepada baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah  membawa kita dari alam kebodohan menuju  zaman yang serba modern  dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Laporan ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan tugas mata kuliah  Manajemen Ternak Potong. Laporan   ini telah diupayakan agar dapat sesuai apa yang diharapkan  dan dengan terselesainya Laporan ini sekiranya bermanfaat bagi setiap pembacanya. Laporan  ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses pembelajaran agar kiranya kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul tentang perlunya sebuah praktikum agar menjadi bahan pembelajaran.
 Penulis menyadari bahwa Laporan  ini jauh dari kesempurnaan dan dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga apa yang kita harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan kesempurnaan untuk Laporan ini selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga Laporan yang penulis buat  ini mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa.








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2. Tujuan.........................................................................................................2
1.3. Manfaat………………………………………………………………...…2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Rumah Potong Hewan...............................................................................3
2.2.  Lingkungan Kandang RPH…………………………………………........3
2.3.  Pakan …………………….………………………………………………4
2.4.  Kesehatan dan Penyakit...………………………………………………..5
2.5.  Penanganan Limbah RPH….………………………………………...…..6
BAB III METODEOLOGI PRAKTIKUM
      3.1. Waktu dan Tempat……………………………………………………….8
      3.2. Alat dan Bahan …………………………………………………………..8
      3.3. Metode Praktikum………………………………………………………..8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
      4.1. Kandang RPH Kota Kendari ……………………………………………9
      4.2. Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota Kendari………………………10
      4.3. Penanganan sapi Bali Di Di RPH Kota Kendari………………………..10
      4.4. Pola Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH Kota Kendari……………………11
BAB V PENUTUP
3.1.  Kesimpulan..............................................................................................13
3.2.  Saran .......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA






BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha ternak sapi potong merupakan sala satu jenis usaha yang potensial dan cukup menjanjikan. Hal ini  ditandai dengan meningkatnya konsumsi daging sapi  pada tahun-tahun belakangan ini. Meningkatnya konsumsi daging di Indonesia disebabkan oleh kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya konsumsi protein hewani. Untuk memenuhi konsumsi daging di Indonesia pemerintah mencanangkan program swasembada daging sapi, namun sampai saat ini belum tercapi.
Untuk mensukseskan program swasembada daging pada tahun-tahun selanjutnya, maka bukan hanya usaha pemeliharaan yang perlu diperhatikan tetapi juga perlu adanya pengembangan usaha pemotongan sapi potong. Selain itu keadaan kandang sekitar RPH juga perlu diperhatikan dan harus disesuaikan dengan kondisi ternak yang ada. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya  pengembangan usaha sapi potong dari hulu hingga hilir, maka keungkinan untuk mensukseskan usaha swasembada daging sapi pada tahun-tahun selanjutnya dapat tercapai.
Usaha pemeliharaan sapi merupakan kegiatan pemeliharaan sapi yang berupa system penggemukan atau system breeding yang bertujuan untuk memelihara sapi dengan cara dan metode yang baik dann benar. System pemeliharaan sapi terdiri dari pengelolaan kandang yang bertujuan untuk melindungi  dan memberi kenyamanan bagi ternak, manajemen pemberian pakan, jenis pakan,  dan frekuansi pemberian pakan.
            Dalam pengelolaan sebuah RPH diperlukan manajemen perkandangan yang baik, serta lingkungan kandang yang memadai serta nyaman. Sehingga untuk menjadi pengelola RPH yang baik diperlukan pengetahuan dan keahlian yang memadai. Sehingga kesulitan pada saat menjalankan usaha dapat diminimalisir. Sehingga dilakukan praktikum ini untuk mengetahui manajemen lingkungan RPH kota Kendari beserta lingkungannya.

1.2. Tujuan
Tujuan dilaukannya praktikum ini adalah sebagi berikut :
1.      Untuk mengetahui kondisi kandang di RPH kota Kendari
2.      Untuk mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3.      Untuk mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendadri
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui kondisi kandang di RPH kota Kendari
2.      Dapat mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3.      Dapat mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendadri





















BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Potong   Hewan
            Menurut  SK  Menteri  Lingkungan  Hidup  Nomor  23  tahun  2006,  Rumah Pemotongan  Hewan  yang  selanjutnya  disebut  RPH  adalah  suatu  bangunan  atau  kompleks  bangunan  dengan  desain  dan  konstruksi  khusus  yang  memenuhi  persyaratan  teknis  dan  higienis  tertentu  serta  digunakan  sebagai  tempat  pemotongan  hewan,  Usaha  dan/atau  kegiatan  RPH  meliputi:  pemotongan,  pembersihan  lantai  tempat  pemotongan,  pembersihan  kandang  penampung, pembersihan  kandang  isolasi,  dan/atau  pembersihan  isi  perut  dan  air  sisa  perendaman. 
Rumah  Pemotongan  Hewan  merupakan  unit/sarana  pelayanan  masyarakat dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai :
1. Tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar.
2. Tempat  dilaksanakannya  pemeriksaan  hewan  sebelum  dipotong  (antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk mencegah  penularan penyakit hewan ke manusia.
3. Tempat  untuk  mendeteksi  dan  memonitor  penyakit  hewan  yang  ditemukan    pada  pemeriksaan  ante  mortem  dan  post  mortem  guna  pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal  hewan.
4. Melaksanakan  seleksi  dan  pengendalian  pemotongan  hewan  besar  betina bertanduk yang masih produktif ( Asdar, 2014).
2.2. Lingkungan Kandang RPH
Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang nyaman bagi sapi dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tata laksana. Oleh karena itu konstruksi, bentuk, macam kandang harus dilengkapi dengan ventilasi yang sempurna, dinding, atap, lantai, tempat pakan, tempat minum, serta adanya saluran drainase yang menuju bak penampung kotoran (Anonimus, 1991)
Sedapat mungkin bangunan kandang tunggal dibangun menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan. Sehingga hal ini memungkinkan sinar pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang secara leluasa. Sinar pagi besar artinya bagi kehidupan ternak karena membantu proses pembentukan vitamin D di dalam tubuh/ unsur ultraviolet berfungsi sebagai desinfektan dan pembasmi bibit penyakit, serta mempercepat proses pengeringan kandang yang basah akibat air kencing ataupun air pembersih (Sudarmono dan Sugeng, 2008)
Pengaturan ventilasi sangat penting untuk dicermati. Apabila dinding kandang dapat dibuka dan ditutup maka sebaiknya pada siang hari dibuka dan pada malam hari ditutup. Kandang di dataran rendah dibangun lebih tinggi dibandingkan dengan kandang di dataran tinggi atau pegunungan. Bangunan kandang yang dibuat tinggi akan berefek pada lancarnya sirkulasi udara didalamnya. Di daerah dataran tinggi, bangunan kandang dibuat lebih tertutup, tujuannya agar suhu di dalam kandang lebih stabil dan hangat (Sarwono dan Arianto, 2002)
Perlengkapan kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan dan tempat minum. Tempat pakan dan tempat minum dapat dibuat dari tembok beton yang bagian dasarnya dibuat cekung dengan lubang pembuangan air pada bagian bawah, atau bisa juga tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat minum menggunakan ember (Siregar, 2003)
2.3.  Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak berupa bahan organik maupun anorganik dan dapat dicerna baik seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak yang bersangkutan. Pakan mempunyai peranan yang penting, baik diperlukan bagi ternak-ternak muda untuk mempertahankan hidupnya dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus sempurna dan mencukupi. Sempurna dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternak tersebut harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas yang baik (Sugeng, 2005) Pakan ternak sapi potong yang cukup nutrien merupakan salah satu unsur penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pemberian pakan yang baik dan memenuhi beberapa kebutuhan sebagai berikut :
1.  Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah minimal. Meskipun ternak dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan sejumlah minimal zat pakan untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernafas, dan pencernaan pakan.
2. Kebutuhan pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan
3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan Untuk kebutuhan nutrien sapi potong dalam praktek penyusunan diperlukan pedoman standart berdasarkan berat tubuh dan pertambahan berat tubuh (Murtidjo, 2001)
Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan yang mengandung lebih dari 18% serat kasar dalam bahan kering yang dipergunakan sebagai bahan pakan ternak. Termasuk kelompok makanan hijauan ialah bangsa rumput (graminae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering (Anonimus, 1983)
2.4. Kesehatan dan Penyakit Ternak
Kesehatan pada ternak merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemeliharaan ternak sapi potong. Sapi yang sakit tidak mampu memberikan hasil yang maksimal dan sapi yang terjangkit penyakit menular produksi dagingnya tidak dapat dipasarkan karena dapat membahayakan kesehatan manusia (Sugeng, 2005).
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi dapat merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Vaksinasi penting yang harus dilakukan oleh setiap peternak sapi potong antara  lain  vaksinasi  untuk  pencegahan terhadap penyakit brucellosis dan anthrax yang   pernah  berjangkit   di Jawa  Barat  dan Jawa Tengah.
Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal keberhasilan pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa ( Sugeng, 2005)
2.5. Penanganan Limbah RPH
Limbah RPH yang berupa feses urin, isi rumen atau isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah  mengalami proses dekomposi atau pembusukan. Proses pembusukannya di dalam air menimbulkan bau yang tidak sedap yang dapat mengakibatkan gangguan pada saluran pernapasan manusia yang ditandai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk, penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh mikroba dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (meningkatkan BOD) (Roniadi, 2011).
Karena limbah cair RPH, secara prinsip   mengandung   bahan-bahan penyebab penyakit, maka perlu mendapat perhatian tertentu dalam hal adanya epidemiologis  Terutama pada daerah dengan temperatur tinggi, limbah cair menunjukan kecenderungan kuat terjadinya dekomposisi mikrobial dan hal ini baik untuk pertumbuhan kuman penyakit.    Dalam    pertimbangan penggunaan proses aerobik maupun anaerobik, perlu diperhatikan kehadiran disinfectans dan bahan pencuci (sabun) dalam limbah cair (Padamono, 2005).
Pengolahan air limbah secara biologis terutama diarahkan untuk mengolah kandungan bahan organic terlarut dari air limbah. Teknik ini memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dengan cara mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air limbah. Proses pengolahan secara aerobik memiliki beberapa keterbatasan antara lain memerlukan energi yang tinggi untuk aerasi dan menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga memberikan permasalahan tersendiri bagi lingkungan. Sedangkan pengolahan secara anaerobik memiliki beberapa keuntungan antara lain mampu mendegradasi bahan organik dalam air  imbah dengan konsentrasi tinggi, hanya sedikit menghasilkan lumpur padat, hemat energi karena tidak memerlukan aerasi, dan bisa memberikan hasil samping berupa gas metana yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Oleh karena itu pengolahan secara anaerobik paling banyak dikembangkan dan dianggap paling sesuai untuk mengolah kandungan bahan organik dari air limbah RPH  (Budiyono, 2007).









BAB III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan  pada teanggal 17 Oktober 2015, pukul 13.00 sampai selesai dan bertempat di Rumah Potong Hewan, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No
Nama Alat
Kegunaan
1.
2.

3.
Alat tulis
Alat ukur

Kendaraan
Untuk menuliskan hasil pengamatan
Untuk mengukur panjang dan lebar kandang  RPH
Untuk kendaraan menuju RPH

Bahan yang digunakan dalam praktikum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
Nama Bahan
Kegunaan
1.
2.
Sapai bali
Kandang RPH
Bahan pengamatan
Bahan pengamatan

3.3. Metode Praktikum
            Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey dan pengamatan langsung di lapan  gan untuk memperoleh data dan informasi mengenai lokasi, situasi dan kondisi di lapangan dalam hal ini Rumah Potong Hewan yang berhubungan dengan materi praktikum.
Prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengamati keadaan kandang RPH yang terdiri dari gambar kandang, bahan pembuatan kandang, ukuran kandang, tempat pakan, dan tempat air minum.
2.      Mengamati penandaan yang terdapat pada sapi.
3.      Mengamati pola pemeliharaan sapi bali
4.      Melakukan wawancara dengan petugas RPH, dan
5.      Menuliskan hasil wawancara dan hasil pengamatan pengamatan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kandang RPH Kota Kendari
4.1.1.      Jenis Kandang
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan jenis kandang sapi Bali yang digunakan di RPH kota Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini merupakan kandang sementara sebelum ternak sapi di potong. Pengadaan kandang berkelomppok ini bertujuan untuk memudahkan dalam memasukan ternak yang dipindahkan dari luar kota.
4.1.2.      Bahan Kandang
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa bahan pembuatan kandang RPH kota Kendari, tiangnya terdiri dari besi serta beton dan bagian atapnya terdiri dari seng serta besi sebagai penyangganya. Sekat-sekat tempat pakan dan tempat ternak juga terbuat dari besi yang dilapisi cet warna merah
4.1.3.      Ukuran Kandang
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ukuran-ukuran kandang RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
-          Jarak antara tempat pakan yang satu dengan yang lainnya adalahh 1,5 m
-          Lebar irigasi adalah 20 cm
-          Ukuran kandang lebar adalah 15 m, panjang 25 m, sehingga luasnnya 375 m²
-          Untuk tempat pakannya ukurannya yaitu lebar 2 meter, panjang 12 m, sehingga luasnya 24 m²
Jarak antara tempat pakan yang satu dengan tempat pakan yang lain adalah 1,3 meter hal ini dilakukan karena desesuaikan dengan kondisi ternak yang akan dipelihara untuk sementara.
4.2. Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara dengan petugas RPH Kota Kendari bahwa  Penandaan yang diberikan pada sapi Bali di RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
1.      Pengirisan dibagian telinga pada sapi
2.      Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal pemilik ternak)
3.      Diberi pengikat tali dibagian lehernya.
Penandaan  yang terdapat pada sapi di RPH biasanya dilakukan oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali pengirisan dibagian telinga. Penandaan ini biasanya dilakukan oleh peternak untuk memudahkan dalam mengetahui  ternaknya. Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal) biasanya jarang ditemukan di RPH kota kendari karena penandaan ini tergantung daerah asal. Sedangkan pemberian tali dileher selain sebagai penandaan juga bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan pengikatan terhadap ternak yang bersangkutan.
Para petugas RPH tidak melakukan penandaan karena di RPH ternak hanya tinggal sementara tergantung pesanan konsumen. Apabila konsumen permintaannya lebih cepat maka ternak tidak akan lama tinggal di RPH sedangkan permintaannya konsumen lama maka ternak akan lebih lama tinggal di RPH.
4.3. Penanganan pada Ternak Sapi Bali Di RPH
Berdasarkan wawancara yang jenis-jenis penanganan yang dilakukan oleh petugas RPH adalah pembersihan feses dan kotoran ternak dan kemudian feses tadi diolah sebagai pupuk. Pembersihan kandang tadi dilakukan setiap hari guna memberikan kenyamanan terhadap si ternak. Menurut (Budiyono, 2007) Pengolahan air limbah secara biologis terutama diarahkan untuk mengolah kandungan bahan organic terlarut dari air limbah. Teknik ini memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dengan cara mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air limbah. Proses pengolahan secara aerobik memiliki beberapa keterbatasan antara lain memerlukan energi yang tinggi untuk aerasi dan menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga memberikan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.
Jenis-jenis penanganan pada umumnya yang tidak dilakuakan di RPH kota Kendari ini adalah pemberian faksin dan pemberian obat-onbatan tertentu. Sebab ternak-ternak di RPH  kota Kendari ini  hanya tinggal untuk sementara sampai waktu pemotongan dilakukan.
4.4.Pola Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara yang dilakukan adapun pola pmeliharaan sapi Bali di Kelurahan Anggoeya Kota Kendari yaitu :
a.       Lama pemeliharaan tergantung dari pesanan
b.      System pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan
c.       Pemberian rumput gajah sebanyak tiga kali sehari dan diberikan sebagian rumput gembala 
d.      Pemberian air minum sebanyak tiga kali sehari
e.       Penempatan ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor  
Lama pemeliharaan ternak tergantung dari pesanan. Apabila pesanan konsumen lebih cepat maka ternak sapi Bali ini tidak akan lama dipelihara RPH. Begitu pula sebaliknya semakin lama permintaan konsumen maka semakin lama ternak sapi tadi dipelihara di RPH.
Pada system pemeliharaan jantan dan betina tidak ada perlakuan yang bebeda yang diberikan terhadap ternaknya, baik itu pemberian pakan, air minum, pola pemliharaan dan lain sebagainya, karena ternak sapi bali disini tinggal untuk dipotong bukan untuk dikembangbiakan. Oleh sebab itu ternak di RPH ini tidak dipeliha seperti pemeliaraan ternak-ternak sapi pada Umumnya.
Pemberian pakan dan air minum pada sapi Bali di RPH kota Kendari diberikan sebanyak tiga kali sehari, hal  ini dilakukan agar memenuhi kebutuhan hidup ternak. Jenis pakan yang sering diberikan pada ternak yang terdapat di RPH ini adalah hijauan berupa rumput gajah dan rumput pengembalaan yang diberikan secara terbatas. Pemberian air minum dilakukan dengan menggunakan ember, yang diberikan secara terbatas pula.
            Penempatan sapi Bali di RPH kota Kendari untuk setiap petaknya adalah maksimal 10 ekor. Hal  ini dilakukan agar ternaknya dapat dikelola dengan baik dan tidak terjadi kepadatan tempat maupun perebutan pakan.






















BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan dari  pembuatan laporan prktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Jenis kandang yang digunakan di RPH Kota Kendari merupakan jenis kandang koloni yang terbuat dari besi dan beton serta beratapakan seng yang panjangnya 25 meter dan luasnya 15 meter.
2.      Tidak dilakukan perlakuan penandaan terhadap ternak sapi Bali yang terdapat di RPH  Kota Kendari, melainkan tanda yang terdapat pada ternak sudah ada memang sejak ternak didatangkan dari luar kota
3.      Menejemen pemeliharaan ternak sapi Bali di RPH kota Kendari ini tidak seperti manajemen  pemeliharaan ternak pada umumnya, disini ternak dipelihara untuk dipotong bukan untuk dikembangbiakan.
5.2.  Saran
Sara saya sebagai mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebaiknya praktikum untuk angkatan-angkatan selanjutnya jangan hanya mengamati  menejemen ternak yang sudah ada, melainkan praktikum selanjutnya harus mampu membuat mahasiswa melakukan manajemen sendiri.











DAFTAR PUSTAKA
Asdar, Zulkifli. 2014. Analisis Proses Pengelolaan Pemotonga Sapi dan Kebau di Rumah Potong Hewan Tamangapa  Kecamatan Manggala Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar
Budiyono, I Nyoman Widiasa, and Sunarso. 2007. Perkembangan Teknologi
Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) : Overview. Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS. Surabaya
Murtidjo, B.A., 2001. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Roniadi, Alfi A. P. Mulia Tarigan dan Zaid P. Nasution. 2011. Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan Di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli. Universitas Sumatera Utara.
Padamono, Djoko. 2005. Alternatif Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan – Cakun.  Peneliti di Pusat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Sarwono, B., dan Arianto H. B., 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarmono dan Sugeng, 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y.B., 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar